Pada dasarnya, secara faktual, manusia "menolak" untuk disamakan dengan orang lain. Orang-orang menyadari bahwa dirinya tidak sama, tidak serupa, tidak mirip dengan siapapun di dunia ini, bahkan mereka-pun menolak untuk disamakan dengan ibu/bapaknya, saudara/inya.
Bukti, bahwa mereka menolak "penyama-nyamaan" tersebut yakni prihal dalih "waktu", umur, pola pikir. Orang-orang menolak persamaan persis bahwa waktu, umur dan pola pikirnya tidak sama dengan siapapun yang menjadi objek "persamaannya".
Argumentasi ini menguatkan betapa "perbedaan" itu harus diakui adanya dalam kehidupan ini. Manusia satu dengan yang lainnya secara pasti tidak sama dan serupa. Itu artinya; Secara mendasar, setiap orang telah menjadi dirinya masing-masing tanpa tertarik sedikitpun untuk meniru atau bahkan sama sekali tidak ingin menjadi orang lain. Secara mendasar begitu.
Pada akhir-akhir ini, ada banyak nasehat publik, yang datang dari motivator, guru, inspirator dan penceramah kondang yang menyerukan;
"Jadilah diri sendiri"
Pertanyaan saya;
"Sejak kapan setiap orang menjadi orang lain dan mempunyai kecendrungan untuk menjadi dan meniru orang lain?".
Untuk menjawab pertanyaan itu, kita butuh menganalisa lingkungan, fakta-fakta, fenemona terkait "Manusia yang tidak menjadi dirinya sendiri", mengingat konsep dasarnya, manusia memang tidak mau disamakan dengan orang lain. Cukup absurd dan kontradiktif apabila manusia yang memiliki sifat dasar tidak ingin disamakan justru menampilkan sikap meniru atau cendrung ingin sama dengan orang lain.
Sejak tahun 2000-an hingga sekarang, banyak orang-orang dilingkungan kita yang meniru gaya pemain sepak bola, bintang film, dari angling dharma hingga anak jalanan dan penyanyi, dari ariel-noah hingga pasha-ungu. Ingin meniru dari segala sisi-sisi mereka, dari ujung rambut hingga ujung kaki, dari gaya hidup, pakaian dan kemewahaan fasilitas yang mereka pakai.
Fakta ini ; banyaknya orang yang cendrung meniru bahkan nyaris berkemauan menjadi orang lain mematahkan teori dasar manusia bahwa sejatinya manusia tidak ingin disamakan atau bahkan menyamakan dirinya dengan orang lain. Teori itu terbantahkan. Kini manusia mulai suka meniru orang lain.
Ini fakta psikologis, bahwa kondisi manusia selama 16 tahun terakhir cendrung meniru, melupakan jati dirinya, bernafsu menjadi dan mengikuti trend modern yang penuh "entertainment" menyesatkan. Hal ini bisa kita jumpai lebih-lebih pada sisi biologisnya; cara manusia modern berpakaian, menghias muka, berbicara, bertatap muka. Semuanya berbeda drastis dari masa "dulu/jadul". Ini mungkin bagian dari gejala yang cukup urban.
Fakta-fakta ini merupakan goncangan yang teramat besar bagi kehidupan manusia 16 tahun yang akan datang. Manusia yang lupa pada identitas dirinya, lupa waktu dan lupa lingkungan adalah potret manusia kekinian "kontemporer". Manusia kontemporer ini adalah manusia yang hidup diproses dan ditekan waktu, selalu sibuk dengan dirinya sendiri, sibuk dengan pembaharuan-pembaharuan, dan yang paling jelas, manusia kekinian adalah manusia yang teramat menolak konsistensi masa dulu, membuang tradisi demi pola hidup modern.
Dalam analisa ini, muncul suatu ketidakpahaman, kebingungan yang amat menakutkan. Manusia-manusia modern mulai bingung; bagaimana jalan hidupnya saat ini, yang penuh kutukan dan ketidakjelasan, tidak jelas konsistensinya, konsentrasinya, atau gagal fokus lah. Manusia yang terpengaruh situasi modern dicirikan ;
1. Sibuk tanpa pekerjaan pasti.
2. Menyukai kesendirian, tidak suka keramaian.
3. Fokus hasil, tapi tidak mau bekerja.
4. Ingin sukses dengan cepat dan mudah.
5. Keagamaan merosot.
6. Tidak punya prinsip yang jelas.
7. Menyukai hal-hal baru.
8. Kebebasan yang tidak terarah.
9. Suka yang mudah dan cepat.
10. Pemalas.
Dasar yang kokoh adalah jati diri, setiap manusia memiliki jati diri. Kita tidak perlu meniru para aktor film, karena kita bukan berada di studio film, tapi kita berada pada kehidupan nyata yang setiap kesalahan tidak dapat di "cut" ulang oleh sutradara di perfilm. Hidup ini jalan terus, tidak ada pengulangan sedetikpun.
Ada dua raksasa besar yang saling menarik manusia didunia ini, satu modernisme, yang kedua adalah tradisi masa lampau. Dua pilihan ini yang menyebabkan dilema besar dalam kehidupan manusia, hingga menyebabkan manusia yang tidak mempunyai banyak bekal pemahaman akan kehilangan jati dirinya.
Komentar
Posting Komentar