Kawan, kita berpikir dan berjalan pada setapak jalan yang kita anggap benar dan terbaik. Saya percaya, jalanmu terbaik dan jalanku terbaik. Warnamu terbaik dan warnaku juga terbaik. Saya juga paham, bahwa zonamu nyaman dan zonaku nyaman.
Tidak ada kebaikan ganda dalam persoalan keyakinan dan pikiran baik dalam pikiran kita masing-masing prihal jalan ataupun proses yang kita jalani "setapak berbeda". Tapi apa guna, jika kebaikan dan kebenaran kita yang berbeda justru dipublikasikan demi kepuasan dan karena kebanggaan yang sama sekali justru tidak tepat ditunjukkan dalam kondisi tertentu. Saya percaya, sekali lagi saya percaya, kita sama-sama punya setapak jalan proses, jalanmu baik, jalanku baik "
Saya menganggap bahwa ketika jalan yang kita tempuh, bendera yang kita junjung adalah yang terbaik, maka bendera yang lain, jalan yang lain adalah jalan terbaik nomor dua, nomor satunya adalah jalan dan bendera kita. Kita nomor satu, mereka nomor dua. Apakah benar demikian? Bukankah kita hanya berproses?.
Anggapan yang kedua, kita tidak bisa bersifat netral, tidak ada netralitas dalam diri kita, sejauh apapun kita memuji jalan lain, jalan kita hanya yang terbaik. Kita tidak akan pindah pada jalan mereka meski kita menganggap jalan mereka baik. Kita tentu, dan pasti menyembunyikan kebenaran pertama, yakni anggapan bahwa jalan kita yang baik.
Pada hakikatnya, kita tidak bisa memposisikan diri untuk cukup " Netral ", saya pikir itu tidak ada dan tidak mungkin. Jalanmu dan Jalanku berbeda, meski saling menghargai, kebenarang agung yang menganggap bahwa masing-masing kita yang terbaik bagi kita masing-masing tidak akan pernah hilang. Kita tidak bisa netral. Lalu?, dimana posisi kita, dan bagaimana menghadapi kondisi yang tidak dapat menetralisir kebenaran pertama yang tersembunyi?.
Jalannya adalah tidak menjadikan jalan atau warna kita sebagai tujuan dan lahan memproduksi gagasan dan ide ; Kita tidak perlu memegang teguh asas totalitas dalam jalan kita. Namun apakah itu mungkin?. Mungkin saja, apabila kita membuka jalan yang lebar, terhampar untuk bersama-sama berjalan. Tujuan dan Kondisi akan mengungkap betapa fanatisme itu adalah awal mula konflik perbedaan dimulai.
Melakoni tujuan yang sama adalah hakikat dari perwujudan tidak adanya totalitasnya asas yang kita pegang didalam jalan setapak atau warna. Tujuan yang sama, yang dimaksud adalah ketiadaan sikap dan sifat untuk saling mendominasi, tidak untuk saling mengubah warna dan tidak untuk saling mengajak berjalan dijalan-jalan kita.
Tapi mengajak bersama dari jalan masing-masing, dari warna masing-masing untuk saling mewarnai dan menguatkan tujuan. Itu saja. Perbedaan sejatinya adalah kekuatan, apabila dapat berkompromi antara satu dan yang lainnya, tetapi akan menjadi perpecahan dan keretakan apabila saling menguasai.
Upaya netralitas dapat dilihat dari upaya kita masing-masing dalam menyembunyikan kebenaran pertama (kita yang terbaik) dalam pikiran serta keyakinan kita masing-masing.
Kita yang berbeda, tidak ada kebenaran jalan di masing-masing kita, tetapi ada kebenaran disaat masing-masing kita berjalan menuju tujuan yang sama.
Komentar
Posting Komentar