GUS DUR & BANGSA

" Pernahkah kita berpikir; masing-masing dari kita, tentang makna kesatuan, kedamaian, kesejahteraan bagi bangsa ini. Berpikir tentang kuasa bangsa ini, sehingga terbebas dari racun propogandis dan provokator lalu terbebas dari konflik, lalu fokus memikirkan kedaulatan bangsa ini "

" Gus Dur ", bagi saya adalah sosok paling paham persoalan kebangsaan kita, Indonesia. Paham pluralis dan upaya perdamaian yang dilakukan oleh beliau yang salah satunya dengan cara meresmikan agama diluar Islam di Indonesia yang mayoritas islam tidak dapat dimaknai sebatas "Ambivalensi yang fluktuatif ". Ada surat tersirat dari proses pluralisasi yang ditanamkan Gus Dur di Indonesia dalam persoalan perbedaan Agama.

Beliau memahami bagaimana bangsa ini dibangun diatas batu loncatan yang berbeda, agama, suku dan budaya. Elaborasi pluralisme, entah sebagai paham ataupun sebagai prinsip patut kita kaji sebagai bahan untuk berjalan diatas Negara Indonesia ini. Elaborasi pluralistik yang dibangun Gus Dur mengisyaratkan bahwa perbedaan dalam segala hal adalah sebuah kenyataan bagi bangsa ini yang dituntaskan sebagai Ideologi bangsa Berpancasila dan Berbhenika tunggal Ika, dan itu bersifat Final.

Apa yang dapat kita pahami dari sosok Gus Dur ini, selain sosoknya yang kontroversial?. Menurut salah satu tokoh, sebut saja Dr. Lance Castles, dia mengatakan Gus Dur adalah Enigma.  Enigma Gus Dur tidak hanya pada persoalan pemikirannya yang getol menerobos waktu di masa depan, tetapi Joke ( Guyonan ) yang dibangun beliau juga bagian utuh dari Enigma seorang Gus Dur.

Saya yakin, Enigma Gus Dur ini belum sepenuhnya tuntas dielaborasikan sebagai proyek pemantapan pluralisme bangsa, kedaulatan bangsa, kemanusiaan serta utuhnya NKRI. Enigma Gus Dur telah lama aktual, telah lama misterius dan bahkan sampai saat ini, belum banyak yang memahami bagaimana Gus Dur menembus masa depan disaat berada pada masa lampau ketika beliau masih berbicara soal kemanusiaan.

Sebatas refleksi, ungkapan yang diungkapkan oleh Gus Dur;

" Agama tidak boleh Jauh dari Kemanusiaan "

" Tidak penting apa pun agamamu, jika kamu bisa berbuat baik untuk semua orang, orang tidak tanya apa agamamu "

Visi kemanusiaan yang beliau ajarkan sungguh meluas diatas persoalan agama, bahkan Kemanusiaan tidak akan pernah terlepas didalam, atau bagaimana Agama ( agama apapun ) untuk selalu peduli dan memikirkan nilai-nilai kemanusiaan.

Ungkapan beliau diatas menunjukkan, seakan-seakan dulu, beliau telah memahami bahwa bangsa kita ini, Indonesia akan dilanda oleh krisis nilai-nilai kemanusiaan termasuk persoalan konflik agama hari ini, persoalan politik dan kemanusiaan yang dibenturkan dengan agama. Adakah yang perlu bertanya keIslaman sosok Gus Dur, siat beliau meresmikan agama non-Islam?. Inilah Enigma.

Gus Dur juga menyinggung upaya pribumisasi Agama, dengan cara merestorasi manusia pada fitrah rasionalnya, karena sejatinya Agama adalah untuk menumbuhkan pemahaman naturalistiknya atas manusia itu sendiri dan cinta sesama manusia. Kita menyebutnya sebagai "Islam Gus Dur" sungguh rahmat bagi seluruh manusia dan alam di Indonesia.

Hari ini, apakah kita telah melupakan petuah Beliau?. Gus Dur, sekali lagi adalah Enigma, yang sampai saat ini belum tuntas direfleksikan, bahkan kalau perlu untuk dijadikan cermin untuk menatap bangsa ini, untuk dijadikan landasan filosofis dalam mengelola kebijakan politik dan hukum bangsa ini.

Agama memang sungguh harus dekat dengan nilai-nilai Kemanusiaan seperti pernyataan beliau. Saya berguru pada mereka yang mencintai sesama manusia, setia mendoakan kebaikan atas segala keburukan yang Ia lakukan. Bagi Gus Dur, nilai kemanusiaan lebih mahal dari persoalan apapun, dan setiap Agama, termasuk Islam juga harus amat sangat dalam berbicara soal kemanusiaan dan ini bukan sebuah "Ambivalensi"

Di Indonesia, 4 nopember lalu digoncang oleh Aksi bela agama, konon penistaan agama. Dengan premis yang amat sangat menakutkan dengan ungkapan ;

" Jika agamamu diusik, dan kamu tidak merasa sakit hati sedikitpun, maka keimananmu perlu dipertanyakan "

Hal yang harus kita pahami, apakah sakit hati kita atas agama kita yang " katanya" dinistakan harus diekspresikan dengan aksi demo yang begitu besar?. Dan apakah, saat agama kita dinistakan, nilai iman kita berkurang dan bisa bertambah iman kita apabila ikut aksi dengan pola-pola politik dan demonstrasi?. Sudahlah, itu masa lalu, dan itu cukup eskatologis untuk berbicara soal Iman masing-masing. Dan Iman kita bukan soal Sakit hati, tapi soal keyakinan bagaimana Iman kita tidak tergoyah oleh penghinaan apapun dan oleh siapapun.

Fokus Elaborasi Pluralistik Gus Dur yakni ;
Menghargai perbedaan bangsa yang besar ini, mengingat mencintai bangsa harus dimulai dengan mencintau sesama manusia yang berbeda. Menjaga kedaulatan bangsa, bersikap sejuk dan menenangkan dalam setiap persoalan, menjaga sikap damai agama. Menjaga sikat tenang menyelesaikan segala persoalan.

Sampai detik inipun, Gus Dur tetap Enigma yang tiada akhir, yang perlu kita jadikan ruang memandang tiada akhir atas segala persoalan bangsa yang besar ini, Indonesia. Bangsa besar, persoalan yang besar. Kita perlu berpikir besar!

Komentar