Tidak sedikit diantara kita yang saat ini seakan kebingungan menjalani hidup di muka bumi ini. Terbalik sana-sini dan terjerumus sana-sini, meluas sana-sana, terbaharui tanpa haluan sana-sini pada konsep Global dan Modern. Rumus Global Modern boleh disederhanakan menurut pandangan masing-masing.
Beberapa kasus;
Apakah Murah; Murahan? Dan Mahal; Mencekik? Apakah pasar tradisional itu murahan? Dan mall atau elite restaurant itu mencekik?.
Banyak diantara kita ; Golongan menengah keatas saat datang ke pasar tumpah dan ingin membeli sayuran, telor, ikan, dan lain semacamnnya yang dijual oleh ibu-ibu masih ditawar harganya yang telah ditentukan.
Pasalnya, harganya sudah murah bagi golongan menengah keatas, kok ditawar?. Hukum ekonomi penawaran berbunyi semakin tinggi harga barang maka semakin meningkat angka penawaran. Apakah di pasar tradisional semua barang itu mahal? Hingga kita perlu menawar?. Bagi saya di pasar tradisional harga-harga kebutuhan pokok dapur tergolong murah, mengapa saya katakan murah?. Kita analisa bersama.
Kasus lain yang serupa tetapi lain tempat, kalangan masyarakat pada taraf ekonomi menengah keatas saat datang ke Mall atau Super Market, A dan I mart, elite Caffe, Restaurant dan tempat elit-elit lainnya justru tidak pernah mengeluh dengan harga yang cukup tinggi. Mereka disana fine saja dan bahkan selfie-selfie di tempat-tempat elite itu tanpa menawar harga dan mengeluh mahalnya barang. Apakah mahal mencekik? Pada konteks ini? Bagi saya tidak.
Lalu kenapa dua konsep jual beli di dua tempat berbeda ini menunjukkan perbedaan yang sangat terbalik dipraktekkan?
Bukankah seharusnya di pasar tradisional kita tidak perlu nawar harga karena harganya murah dan di elite super marketlah kita harus menawar harga barang karena mahal?. Mengapa ini tidak terjadi? Mengapa justru terbalik dipraktekkan?
Jawabannya ;
Karena kita lebih suka mebeli "Gaya" hidupnya daripada barang itu sendiri.
Kita lebih suka dikatakan bergaya ala orang kaya saat datang ke Mall hingga kita gengsi mengeluh harga dan dilain sisi pada konteks yang sama, kita tidak suka dibilang orang miskin dan murahan sehingga harga murah dipasar tradisional dianggap kemahalan dan masih dikeluhkan harga barangnya.
Sekali lagi, hari ini kita hidup cendrung mati-matian membayar mahal karena "Gaya" belaka. Datang ke restaurant, mall, elite caffe, hotel untuk berselfie, menfoto makanan yang kita beli, mempajang foto ria di Mall dan elite Place di akun medsos.
Adakah diantara kita yang berani lakukan "Gaya" itu di pasar tradisional? Foto dengan ibu-ibu si penjual sayuran atau ikan?. Saya yakin tidak ada, karena mereka, penjual dan kondisi di pasar tradisional tidak memenuhi syarat "Gaya hidup" modern dalam hidup kita saat ini dan akhirnya kita menganggap;
Segala harga dari suatu hal atau barang yang tidak memenuhi syarat "Gaya Hidup Modern dan Global" saat ini meski murah akan ditawar lebih murah lagi dan kalau memenuhi syarat "Gaya" tersebut, mahal sekalipun barang itu akan kita beli tanpa mengeluh dan merasa miskin serta tanpa menawar.
Nasehat;
Jangan menjadi orang kaya yang merasa Miskin saat ada di daerah yang serba murah tanpa "Gaya" seperti pasar tradisional.
Jangan menjadi orang miskin yang merasa Kaya saat ada di daerah yang serba mahal dengan "Gaya" seperti Elite Mall.
Jujurlah dan pahami bahwa hidup ini bukan soal "Gaya" yang kian waktu kian kita incar persemayamannya meski berapapun harganya.
Ganti Hp, Sepeda, Mobil karena ingin memperbaharui Gaya adalah salah satu akibat dari konsep beracun trend-modern global yang menjungkir balikkan fakta-fakta yang "seharusnya" menjadi "tidak seharusnya".
Itulah Gaya hidup kelewatan yang terbolak-balik sana-sini.
Kaya dan Miskin itu disebut Gaya apabila kita menyetujui konsep Ekonomi-Kapitalis.
Apakah kita kaum kapitalis yang tanpa sadar juga seorang modernis? Yang barang tentu, kita telah diperdaya oleh; Globalisasi, Modernisasi dan Kapitalisme.
Komentar
Posting Komentar