SURAT DARI RAKYAT UNTUK PENGUASA
Oleh ; Ongki Arista. U.A
"Dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat "
Demikian ungkapan agung yang tetap menghidupkan harapan kami. Kami percaya bahwa rakyat memang segalanya di Negeri ini, rakyat adalah kekuatan, rakyat adalah penentu, rakyat adalah pemangku kebijakan, rakyat adalah sumber kehidupan di Negeri ini, rakyat adalah kuasa atas negeri, suara rakyat adalah suara penguasa.
Rakyat adalah identitas Negeri ini, rakyat adalah mereka yang seharusnya didengar, diperhatikan, dipertimbangkan, didahulukan, diayomi, disejahterakan, dilindungi hak-haknya, dijamin kehidupannya, dijaga martabatnya, digeluti masalahnya, diutamakan kepentingannya, kepentingan rakyat adalah kepentingan Negeri.
Rakyat tidak boleh terancam, rakyat tidak boleh tertindas, tidak boleh dirampas hak-haknya, tidak boleh ditumpas prinsip-prinsipnya, rakyat tidak boleh diabaikan suara-suaranya, rakyat tidak boleh digadaikan, rakyat tidak boleh dijadikan modal atas kepentingan para elit dan penguasa, rakyat tidak boleh dibungkam, rakyat tidak boleh dibiarkan bertanya, rakyat harus menjadi yang utama dan terdepan dalam menentukan arah bangsa.
Namun, semua itu terbantahkan oleh fakta-fakta yang lain. Ternyata, Negeri ini tidak berpihak pada rakyat. Banyak rakyat tertindas atas kebijakan penguasa, haknya dirampas oleh kebijakan penguasa, banyak dari mereka yang putus asa, banyak dari mereka menjadi gelandangan diatas bumi yang kaya, banyak yang depresi dan bunuh diri diatas bumi pertiwi, banyak dari mereka yang menjadi saksi atas kebijakan bodoh Negeri ini. Rakyat menjadi saksi dirinya sendiri bahwa Suara mereka telah tak berfungsi menciptakan suara nurani.
Mereka yang cerdas diancam, hingga tak betah dan pergi keluar negeri, sedangkan mereka yang patuh pada penguasa selalu yang utama. Sungguh, ini suatu fakta realisme, baik di sistem dan simbol-simbol negeri namun kosong dalam aktualisasi. Negeri ini tak lagi butuh orang-orang tangguh, tapi ternyata butuh orang-orang patuh, Negeri ini seakan tak lagi peduli kualitas, tapi mereka lebih peduli pada uang kertas, Negeri ini seakan tidak butuh bobot, tapi butuh robot-robot.
Kami, rakyat, terus merenung, berdoa, bertanya ; Kapan negeri ini bebas dari perbudakan penguasa, lepas dari barisan elit boneka, tahan atas segala desakan para tuan. Kami, rakyat, hanya menjadi saksi permainan,padahal kami, rakyat bukan barang taruhan untuk jadi jaminan perut-perut penguasa. Kami, rakyat semakin diam, meski tidak ada yang tutup mulut. Kami, rakyat semakin takut, meski kejadian-kejadiannya tidak horor.
Kami, rakyat hanya patuh. Suara kami dirampas, bukan lagi penentu di Negeri ini, tapi justru kami, rakyat, hanya batu loncatan bagi para penguasa. Kami, rakyat ikut membela negeri ini, menjaga alam dan laut kami, menjaga NKRI dari segala kerusakan, kami juga ikut menstabilkan perekonomian dengan membangun usaha-usaha kecil, kami ikut menjaga budaya dengan pertemuan warga-warga, ikut menjaga kelangsungan pendidikan dengan mengajari anak-anak kami etika, ikut menjaga agama dengan mengajarkan generasi kami sebuah makna toleransi. Kami, rakyat, bukan diam dan lupa pada Negeri ini. Kami menbela Negeri. Namun, usaha kami hangus diatas perjanjian elit penguasa dengan Investor Asing. Kami buka manusia jarahan, yang hanya diambil manfaatnya saja.
Meski kami, rakyat mengetahui, bahwa hak kami dibasmi, diambil alih, namun kami tidak putus asa, kami, rakyat masih bisa meminta-meminta dengan halal meski tidak baik, kami, rakyat bisa melahirkan tanpa kerumah sakit, kami rakyat bisa memilih bapak-bapak kami di kekuarga kecil rumah tangga kami, Bapak kami lebih siap dan lebih bisa diandalkan daripada seorang Presiden, DPR, Ahli Hukum, Gubernur, Bupati, Camat dan Kepala Desa. Bapak kami lebih baik dalam melindungi kami.
Dulu, kami, rakyat, ketika masih kecil, kami percaya bahwa mereka yang menjadi ketua, mereka yang diatas, selalu dapat dicontoh, selalu dapat dipercaya. Namun setelah kami, rakyat telah dewasa, ternyata para pemimpin hanya bersifat seperti penguasa, rakus, gila hormat, mudah dikendalikan, mudah menggadaikan kepentingan rakyat dengan kepentingan pribadinya. Lalu, sebagai rakyat, kami berhak bertanya, untuk apa ada pemimpin jika mereka hanya mencontohkan sifat-sifat penguasa yang tidak pro rakyat. Kami yang dipimpin, jika pemimpin tidak pro kami, lalu siapa yang dipimpin?. Kami, rakyat masih saja diam, meski berulang kali ini terjadi pada kami.
Kami, rakyat kecil, tidak lagi didengar suaranya. Para penguasa lebih memandang mereka yang punya relasi dengan dirinya, penguasa lebih memandang keluarganya, koleganya, mitranya, koalisinya, kawan politiknya, saksi kuncinya. Kami rakyat kecil seakan menjadi musuh, terkadang kami perlu mengancam agar keinginan kami, rakyat, dikabulkan. Sungguh kami, rakyat dalam goncangan krisis figur dan kepercayaan atas para pemimpin kami. Kami dipimpin tapi dikhianati. Kami patuh tapi rapuh, kami siap tapi disantap, kami percaya tapi diperdaya.
Kami, rakyat, melihat para koruptor tidak bisa berbuat apa-apa, kami hanya menjadi saksi mata, menjadi prasasti mati saja, kami seakan hanya sampah yang terhempas saat mobil mewah ngebut dijalan-jalan raya memamerkan harta hasil korupsinya, kami hanya penonton, hanya menonton atas perampasan hak kami sendiri. Kontrak-kontrak proyek pun juga kami saksikan, jalan-jalan yang cepat rusak hari ini adalah bukti adanya pengurangan dana anggaran proyek infrastruktur dan pembangunan fisik Negeri ini. Kami ditipu, dijadikan model, Harapan kami hanya dijadikan umpan saja bagi mereka, penguasa.
Kami, rakyat, tidak mengetahui, kapan semua ini akan berubah, kapan mata penguasa bisa terbuka, kapan mulut kami tidak dibungkam, kapan hak kami direalisasikan, kapan pendidikan kami diutamakan, kapan kekayaan negeri ini diamankan. Sebagian dari kami, berlomba-lomba untuk menjadi pemimpin agar dirinya mampu menyegerakan keinginannya untuk merubah rakyat lebih sejahtera, namun sayang, mereka telah lupa, mereka masuk pada jurang amnesia, mereka justru ikut pada penguasa. Mereka yang terpilih karena rakyat justru melupakan semuanya. Sungguh ini kami saksikan dengan akal sehat kami.
Kami, rakyat hanya mendengar bahwa kekayaan Negeri mulai dikuasai asing, tanah warisan mulai beralih tangan, penggusuran sana-sini tanpa peduli rakyat yang meghuni. Kami, rakyat juga mendengar bahwa hukum Negeri mulai timpang, Hukum mulai dijual belikan, Jual beli profesi, Jual beli pangkat, Jual beli Ijazah. Jual beli ini, bagi kami adalah sebuah penjajahan, kami rakyat miskin, tidak punya banyak uang, tidak punya banyak modal materi untuk membeli segala hal yang diperjual belikan. Saat kami salah, kami siap dipenjara sesuai ketentuan hukum, tapi kami mendengar, mereka yang punya uang lebih cepat bebas dari penjara daripada golongan kami yang miskin.
Kami, rakyat selalu menunggu, kami telah dilarang mencela dan mencaci pemimpin, tapi pemimpin dengan sepuasnya mengecewakan kami rakyat, menjual tanah negeri, menjual harga diri kami, membunuh urat nadi dan Harapan kami, rakyat. Kami tidak butuh uang dan iming-iming, kami hanya butuh amanat yang kami berikan agar tidak diselewengkan. Kami, Rakyat terus mengeja bahwa demokrasi adalah sistem terbaik yang perlu diaplikasikan nilai-nilanya dengan tolitas. Kami, rakyat hanya meminta bahwa kami, rakyat adalah bagian dari negera, yang juga sangat penting berpartisipasi menentukan kebijakan. Jangan salah gunakan kepercayaan Kami.
Kami, rakyat mau optimis, optimis pada siapa? Kalau kekuasaan Negeri yang kami huni selalu porak-poranda oleh kebijakan yang tidak dikaji. Kami, rakyat terkadang serba salah, korban memang selalu salah, kami rakyat, hanya korban yang tidak akan pernah dapat posisi agung dan benar. Kami hanya modal yang saat sukses kami dikembalikan. Kami, rakyat dieksploitasi dan dijarah. Tangisan kami, teriakan kami, kritikan kami, keluhan kami seakan tak berarti apa-apa, sungguh ini kejam. Demokrasi ini adalah sistem Negara Terbaik, Pancasila Dasar Negara Terbaik kami, namun mengapa Para penguasa tak mengamalkan nilai-nilai ini. Mengapa justru rakyat lebih sadar dari para pemimpinnya.
DARI RAKYAT, OLEH RAKYAT, UNTUK RAKYAT.
JANGAN SALAH GUNAKAN KEPERCAYAAN KAMI WAHAI PARA PEMIMPIN.
Suara Kami adalah Suara Negeri.
Kepercayaan Kami bukan untuk dijual-belikan.
Komentar
Posting Komentar