Pemiskinan di Indonesia


                           ( Kolaborasi Swasta dan Investor International di Bank dunia Di Indonesia)
                                                                   Ongki Arista. U.A


" Pemerintahan Soekarno memang anti kapitalis, tidak mau berkolaborasi dengan bangsa asing. Pada masa beliau, tidak ada investor-investor yang berani masuk pada negeri kita. Namun itu dianggap sebuah kegagalan oleh masa Soeharto, terutama oleh para pakar, semisal oleh Benyamin Higgins "

Dalam kurun waktu yang tak terhingga, sejak runtuhnya Orde Lama, para pemerintah Orde baru menginisiasikan Negara Indonesia melalui para teknokrat untuk membangun hubungan pada para kreditor-kreditor, investor Internasional, tidak lain karena persedian pangan Nasional pada waktu itu dianggap tidak akan mampu memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia. Dari sejak itu ( 1950-1966 ) tercatat Indonesia telah berkolaborasi dan meminjam uang pada dunia International dalam bentuk hutang. Tentu melibatkan World Bank atau lembaga keuangan yang dibentuk dunia Internasional dalam persoalan ini.

Kemudian, dalam perkembangannya, mulailah banyak Investor asing masuk ke Indonesia dalam bidang eksploitasi migas, nikel, timah, perumahan. Semisal Investor Jepang, belanda, belgia, San fransisco, Australia, juga Korea selatan. Para Investor ini adalah para juragan Modal, tentu tak hanya mengalirkan modalnya, tetapi juga berimbas pada peta perekonomian bangsa. Salah satunya muncul paham-paham kapital, yang hanya menguntungkan beberapa purasahaan, golongan pemodal. Sedangkan Negara Indonesia yang menjadi tempat Investasi asing ini tak memperoleh hasil significant, ditambah kasus-kasus korupsi yang diaktori oleh para pejabat-pejabat pemerintah.

Dari sinilah, Negara-Negara yang berkolaborasi dengan Modal International mulai menyadari dan mengecam lembaga keuangan international juga lembaga modal International, salah satunya Indonesia yang mengecam, bahwa kolaborasi dengan dunia international tidak menambah kemakmuran bagi bangsa, namun justru memperluas kemiskinan-kemiskinan dalam Negeri, Hutang tak kunjung lunas, Pemilik modal makin bebas menggeruk hasil gerukannya di Indonesia.

Pada kondisi bebas dan tak terkontrol ini ( Para pemilik modal terlanjur menunjang pasokan dana Nasional dan menutupi lilitan hutang Negara ke Lembaga International ), Indonesia sejenak beku, diam yang tak berkesudahan, tak bisa mencegah Investasi-investasi Asing untuk masuk ke Indonesia. Sehingga, Aset negara di kelola asing, rakyat hanya jadi pekerja dan buruh biasa. Para pemilik modal makin kaya, buruh makin dikejar kemiskinan.

Lebih lanjut lagi, SDA mulai banyak terjual ke tangan asing. Rakyat jelata makin jelata saja. Pendidikan makin tak terjamin akibat Dana pendidikan nasional tak terpenuhi akibat hutang luar negeri dan pejabat korup di Negeri ini. Pendapatan Negara makin tak seimbang dengan kebutuhan alat-alat transportasi, sarana kesehatan, sarana pendidikan, alat-alat keamanan negara, alat-alat akses tekhnologi. Sehingga, Disamping hutang dan korupsi makin meraja lela, Suntikan dana nasional untuk kelangsungan pendidikan rakyat di negeri ini semakin menipis.

Konsekuensi akutnya adalah kemiskinan modern akibat sistem kapital semakin parah, segala usaha dan kerja bertumpu pada proses menuju kapitalistik, uang menjadi segalanya. Tanah dan warisan nenek moyang mulai banyak melayang pasa pemilik modal demi memperoleh uang untuk modal usaha yang lain. Tenaga dan otak bekerja untuk mengumpulkan uang, kemudian uang tersebut dikumpulkan untuk jadi modal dan mempekerjakan yang lain. Segalanya terus berputar secara kapitalistik.

Pusara Kapitalisme semakin sengit saat konsep globalisasi dikumandangkan. Krisis dan kesenjangan sosial semakin melahirkan paham-paham kapitalisme yang tak terarah. Sengketa tanah antar saudara kandung, saling membunuh saudara karena uang, saling memfitnah karena kekuasaan dan jabatan adalah hasil rumah produksi besar yakni " Pabrik Kapitalisme - Kapitalism Manufacture ".

Dari itu semua, perputaran atas bawah, miskin dan kaya dalam paham kapitalis tidak akan pernah usai bergerilya, sebab doktrin-doktrin kapital semakin menggairahkan manusia-manusia untuk menjadi pemilik modal dan bos karyawan-karyawan. Dibalik itu semua, seorang buruh dan petani yang bekerja keras tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tapi untuk menyimpan uang hasil kerjanya untuk dijadikan modal usaha dan untuk mempekerjakan karyawan-karyawan. Terus berputar, buruh akan pensiun saat buruh yang lain dipekerjakan.

Komentar