Konsep Penyucian diri perspektif TASAWUF
A.
Pengertian nafs
Dalam
diri setiap insan memiliki yang namanya nafs, maka secara tidak langsung
ketika berbicara tentang nafs kita berbicara tentang semua manusia, nafs
merupakan satu-kesatuan pengikat terhadap jasad dan roh, karena nafs
terdapat didalam jasad dan roh manusia.Berbicara tentang jasad dan roh adalah
dua hal yang saling mempengaruhi, tetapi pengaruh yang terdapat dalam dua hal
itu lebih dasyat dan kuat pengaruh roh terhadap jasad.
Dalam konsep kajian realitas, roh
adalah realitas, karena potensi roh mempengaruhi gerak manusia, selain hal ini
pula kita ketahui bahwa tidak dapat kita ketahui perkataan seseorang tanpa
jasad yang secara sadar seperti orang tidur yang sedang mengigau, hal ini hanya
gesekan psikologi dalam ruang mimpi yang tidak disadari oleh jasad yang
tertidur(tidak sadar) pada saat itu, karena pada dasarnya potensi roh yang
sedang melayang tidak menyatu dengan jasad bukanlah jiwa yang dimaksud dalam
kajian penyucian diri, kemudian inilah yang menjadi penyebab mengapa orang yang
tertidur dengan gerakan bebas wudhu’nya batal dan harus ngambil wudhu’ kembali
ketika hendak melaksanakan sholat. Sedangkan potensi jasad terhadap roh tidak
memiliki pengaruh yang besar, roh dapat menahan dan mengabaikan, seperti hal
sakitnya tangan ketika terluka, dapat kita tahan, tetapi ketika roh telah sakit
maka pedinya sangat mendalam dan sulit hilang.
Dalam lingkup ini yang dimaksud
dengan nafs adalah jiwa dalam arti psikis yang berupa akal, hati, nafsu,
dan roh yang mana empat komponen ini adalah esensi yang mampu menunjukkan
eksistensi manusia sebenarnya.Nafs yang dikehendaki disini adalah nafs yang
berarti jiwa, bukan nafsu. Nafs diciptakan oleh tuhan dalam keadaan sempurna
sebagai perangkat dalam jiwa manusia, nafs diciptakan secara lengkap yang diilhamkan kepadanya kebaikan dan
keburukan, kedua potensi itulah yang kadang kita tidak dapat memilah untuk
dipilih karena pikiran yang telah ditaklukkan oleh nafsu, maka ketika jiwa
lebih cenderung kepada hawa nafsu maka hal ini akan menyebabkan kotornya hati,
maka kemudian perlu adanya penyucian jiwa yang kotor itu.
Hati menurut imam al Ghazali
memiliki kemampuan untuk berhubungan denga Allah dan juga memiliki kemampuan
untuk berdialog secara bathin dengan Allah.Hati ibarat cermin, cermin yang
dapat memantulkan cahaya yang terang adalah cermin yang bersih.Sementara,
cermin yang kotor, jika ingin dapat memantulkann cahaya, perlu dibersihkan
terlebih dahulu.
B.
Pembagian Nafs Berdasarkan Perspektif Tasawuf
Setelah kita lewati point pertama tentang pengertian Nafs,nafs dapat
dibagi menjadi tujuh bila kita tinjau dari perspektif tasawuf yaitu sebagai
berikut ;
·
Nafs
al amarah
Nafs
ini memiliki kecenderungan badaniyah yang bertitik akhir terhadap keinginan
untuk mendapatkan kesenangan dam materi semata. Nafs ini lebih dikuasai oleh
nafsu yang telah ada dalam jiwa manusia, maka kadang kita rasakan dorongan
nafsu yang kuat kearah yang tidak baik dan menghasilkan dosa, karena nafsu ini
bila tidak di tempatkan pada tempatnya akansemakin di iringi oleh godaan
syetan. Nafs al amarah ini digambarkan dalam Al-Qur’an surat yusuf ayat 53 yang
Artinya : “sesungguhnya nafsu selalu menyuruh kepada kejahatan “
·
Nafs
al lawwamah
Keadaan jiwa ini adalah menyadari akan kebaikan tetapi pula
keburukan, jiwa ini memiliki dua potensi kadang cenderung taat tetapi kadang
pula durhaka kepada Allah, dapat dikatakan bahwa nafs al lawwamah ini
berjalan seimbang antara perintah dan larangan Allah sama-sama dilaksanakan.
Jiwa ini berada dalam cahaya hati yang buram, sehingga nafs ini memiliki
kecendrungan yang tidak konsisten dan labil, semangat dalam kebaikan juga
kadang semangat dalam keburukan.
·
Nafs
al mulhimah
Nafs ini memilki sifat lembut sehingga mudah menerima nasehat, dan
ajakan kearah kesadaran.Nafs ini dapat menimbulkan yang namanya sifat tawadlu’,
qana’ah dan dermawan.Disamping adanya sifat yang baik ini ada pula sifat yang
buruk yang bersemayam dalam jiwa ini seperti sifat bahimiyah yang hanya
memikirkan kesenangan semata.
·
Nafs
al muthma’ innah
Jiwa ini memiliki kecenderungan mengarah terhadap kebaikan sehingga
bersih dan jauh dari sifat-sifat tercela serta stabil dalam menata keseimbangan
antara dhohir dan bathin. Orang yang memiliki jiwa ini maka dalam berkomunikasi
dengan sesama akan mudah disukai dan dipercayai serta hubungan dengan Sang Yang
Maha Pencipta mudah dicapai dengan mudah.
·
Nafs
al mardliyah
Jiwa ini merupakan realitas dari latifatul khafi, jiwa ini
bersifat sangat lembut dan kecenderungannya sangatlah suci, bersih dan dekat
kepada Allah, jiwa ini mampu menerima terhadap ke Esaan Allah dan Allah semata
yang hanya patut disembah, dan telah mengikklaskan dirinya untuk beribadah
kepada-Nya sehingga Allah juga rela terhadap makhluk yang memiliki jiwa ini.
·
Nafs
al kamilah
Jiwa ini merupakan penjelmaan dari lathifatul akhfa (kelembutan
yang samar dalam diri manusia) jiwa ini tidak lain adalah kelembutan yang
paling dalam pada diri manusia dan jiwa ini pula jiwa yang paling bersih dari
pengaruh materi. Oleh sebab itu jiwa ini memiliki beberpa istilah yaituilmul
yaqin, ainul yakin, dan haqqul yakin
·
Nafs
al radliah
Jiwa ini memiliki tingkatan tertinggi pada manusia secara realitas
sebagai mahluk yang mamiliki jasad dan roh. Pusat pengendalian pada jiwa ini
berada pada seluruh tubuh manusia , cahayanya berupa cahaya ilahiyah yang
bening sehingga bisa dikatakan peroses emanasi terjadi pada jiwa ini.
C. Pengertian Tazkiyatun Nafs
Tazkiyat berasal dari
bahasa arab yaitu isim masdar dari akar kata zakka yang berarti
penyucian, sinonim yang hampir sama dengan tazkiyat adalah tathir, kata
ini berasal dari dari kata thahara yang berarti suci atau bersih. Kata thaharah
memilikimakna konotasi membersihkan sesuatu yang kotor secara tampak dapat
dilihat. Sedangkan al nafs seperti telah disinggung tadi pada point
pertama bahwa yang dinamakan dengan al nafs adalah adalah jiwa yang
secara psikisnya terdapat akal, hati, nafsu dan roh,kondisi empat komponen
inilah yang mempengaruhi terhadap manusia seutuhnya, seperti cara
berfikir(kendali akal), hal ini mampu menempatkan dimanakah tempat manusia
terhadap sesama ataupun terhadap Allah.
Jadi tazkiyatun
nafs adalah penyucian jiwa dari hal-hal yang buruk menuju arah kebaikan
yang penuh dengan cahaya petunjuk Ilahi.Sedangkan menurut Ath-takhisi, tazkiyatun
nafs adalah mengeluarkan jiwa dari ikatan-ikatan hawa nafsu, riya’ dan
nafiq sehingga jiwa menjadi bersih, penuh dengan cahaya dan petunjuk menuju
keridla’an Ilahi.Tazkiyatun nafs juga merupakan metode yang dikonsep oleh imam
Al-Ghazali sebagai upaya penyucian jiwa hamba agar terhindar dari sifat tercela
dangan metode mujahadah dan riyadlah.Dengan metode ini seseorang bisa
membersihkan hati dan jiwa dari penyakit bathin maupun lahir yang menyebabkan
jauhnya hubungan dengan Tuhan.
Selain itu pula,
al-Ghazali memandang tazkiyatun nafs dengan pengertian yang lebih luas
bahwa orientasi dari pada tazkiyatun nafs intinya memiliki arti takhaliyatun
nafs(pengosongan jiwa dari nafsu yang kotor) kemudian tahliyatun nafs(pengisisian
jiwa dengan hal-hal yang terpuji), pada tahap pengisian jiwa inilah yang
memerlukan cara penyucian seperti riyadah dan mujahadah sebagaimana yang telah
disinggung diatas. Tazkiyatun nafs ini selain bisa diaplikasikan dalam tasawuf
juga dapat diaplikasikan dalam akidah dan pendidikan.Dalam aqidah misalnya
penyucian diri yang dilakukakn seseorang adalah untuk mendekatkan dirinya
kepada Allah. Sedangkan tazkiyatun nafs dalam pendidikan merupakan upaya dalam
mencerahkan keburaman yang ada dalam diri manusia dengan semangat dalam mencari
ilmu dengan diniatkan karena mencari keridla’an Allah, karena ilmu itu adalah
cahaya sebagaimana pula diungkapan Al-Ghazali, ketika ilmu telah kita dapat
dengan baik maka cahaya ilmu akan mengantarkan kita kepada ultimate reality,
sebagaimana disinggung dalam bukunya ihya’ ulumuddin Nabi bersabda “kepergianmu
untuk belajar satu bab ilmu lebih baik dari pada sholat sunnahmu sebanyak
seratus raka’at “.
Dalam pandangan
kaum sufi, manusia yang dualitas memiliki kecenderungan mengikuti ajakan hawa
nafsu dari pada mengikuti hati nurani(arah kebaikan), bukan manusia yang
mengendalikan hawa nafsu tetapi malah nafsu yang mengendalikan manusia. Cara
hidup yang seperti ini akan membawa manusia ke jurang kehancuran moral. Sebab
sadar atau tidak dan cepat atau lambat manusia akan terbawa kepada pemujaan
dunia, kenikmatan dunia akan menjadi tujuan utama bukan menjadi jembatan atau
sarana menuju kebahagiaan dan kenikmatan yang hakiki. Pandangan hidup yang
sperti itu menjurus kearah pertentangan manusia dengan sesamanya, sehingga ia lupa
akan wujud dirinya sebagai hamba yang harus berjalan diatas aturan-aturanNya,
karena sebagian waktu dihabiskan dalam persoalan duniawi, ingatan dan
perhatiannya pun jauh dari Allah. Itu semua disebabkan tidak terkontrolnya jiwa
kita terhadap nafsu yang kita miliki sendiri.
Nafsu tidaklah
harus kita buang tetapi hanya kita kendalikan, karena adakalanya kita
menggunakan nafsu, nafsu merupakan dorongan abstrak yang tidak memiliki aturan
sehingga nafsu memiliki kecenderungan untuk dipengaruhi hasutan syetan secara
mudah, maka pada saat itu bila kita mengikuti hawa nafsu bisa dikatakan kita
telah berteman dengan syetan bahkan di bodohi syetan yang merupakan musuh
manusia yang nyata akan menjerumuskan manusia kedalam api neraka.Telah rugi
manusia bila nafsu merajai segala segala komponen jiwa.
Dari wacana diatas
yang telah dipaparkan dengan jelas mengapa jiwa kita harus menyucikan diri kita
setiap waktu, dengan terapi sholat lima waktu, sholat sunnah, dan dzikir kepada
Allah setiap waktu karena syetan menggoda dan membujuk potensi nafsu setiap
hari tiada henti dan apabila kita menghentikan terapi kita(ibadah) kepada Allah
jangan salahkan siapa kecuali dirimu sendiri bila hidup kita tidak tenang dan
tergelincir(sesat) dari petunjukNya.
D. Tahapan Penyucian Jiwa(tazkiyatun nafs)
Setelah panjang
dan jelas pemaparan tentang, tazkiyatun nafs, maka pada point ini
penulis akan memaparkan tahapan bagaiman peroses penyucian jiwa manusia
sehingga dapat mencapai hakikat manusia dan derajat setinggi-tingginya disisi
Tuhannya. Telah diketahui bersama dalam al-Qur’an “nafsu akan menjadi baik
jika dibersihkan dari pengaruh jahat dengan menanamkan ajaran-ajaran agama
sejak dini sehingga tabiat nafsu yang jahat itu dapat dikendalikan(Q.S. 91:7-10).
Orang-orang tidak dapat mengendalikan nafsunya dikatakan Allah, sebagai
orang yang menuhankan nafsunya(Q.S. 45:23), dan menyimpang dari
kebenaran(Q.S. 4:135).
Dalam
merehabilitasi mentalitas yang telah rusak karena terkikis oleh nafsu syetan,
menurut kaum sufi, tidak akan pernah berhasil bila terapi yang dilakukan hanya
dari aspek lahiriyah saja. Itulah sebabnya mengapa seorang murid diharuskan
melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat. Tujuannya adalah
menguasai hawa nafsu sebelum kita dikuasainya dalam rangka pembersihan jiwa
karena tidak akan pernah dicapai atau tidak akan pernah tabir yang membatasi
manusia dengan Tuhan terbuka bagi orang yang tidak dapat mengendalikan hawa
nafsu. Beberapa tahapan menurut para ahli tasawuf yaitu sebagai berikut :
Ø Takhalli
Takhalli, memilki
arti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dari maksiat lahir dan bathin, ajaran
ini juga berarti mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan
duniawi. Hal ini akan dapat dicapai dengan cara menjauhkan diri dari
kemaksiatan dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa
nafsu.
Membersihkan
diri dari sifat tercela, oleh kaum sufi dipandang penting karena sifat-sifat
itu merupakan najis maknawi. Adanya
najis-najis ini menyebabkan manusia tidak bisa dekat kepada Tuhan, ia tidak
mungkin dapat melakukan dan mendekati perintah Tuhan dengan penuh ke ikhlasan
dan kekhusuan,
Ø Tahalli
Tahalli,
memilki arti mengisi atau menghiasi diri dengan sifat dan sikap terpuji baik
lahir maupun bathin terhadap jiwa yang telah kosong pada tahapan pertama dengan
jalan membiasakan berperilaku baik agar apa yang kita lakukan tidak melenceng
dari nilai-nilai agama yang telah mengatur dari masing-masing dimensi interaksi
sosial maupun individu.
Tahalli ini
merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan pada tahap Takhalli, hal ini cukup sitematis dan
korelatif, tahap pertama harus tetap berlanjut menuju tahap kedua ini, dan kita
tidak bisa menuju tahap tahalli tanpa
merealisasikan tahap takhalli terlebih
dahulu, Karena hal ini adalah bentuk kejujuran dan keselarasan menjauhi dan
melaksanakan perintah Allah SWT. Manusia kadang hanya mampu mengosongkan diri
dari perangai jelek, tetapi kadang tidak mampu mengisinya dengan perangai yang
mulia dan juga sebaliknya.Tidak bisa kita menjalankan perintah dan
larangan-Nya.
Keikhlasan
harus menjadi dasar pengamalan untuk memperoleh cinta dari Tuhan, artinya tanpa
mengharapkan suatu balasan atau karena ada kepentingan yang bersifat
keduniawian belaka.Harus ada kesadaran bahwa seluruh hidup dan gerak harus
diikhlaskan untuk mencari ke-ridhoan Allah
semata.
Ø Tajalli
Tajalli,
tahap
ini adalah tahap puncak atau fase pendalaman. Dari tahap pertama berlanjut ke
tahap kedua dan muncullah tajalli (tahap
penghayatan).Tajalli merupakan
keadaan dimana nur ghaib telah
terpancar menuju hati yang suci, sesuai firman Allah SWT “ Allah adalah cahaya langit dan bumi “ (Q.S: An-Nur : 35).
Tajalli
versi
lain adalah lenyapnya hijab penghubung Al-qalb
dengan Al-haq, kontraksi ini
merupakan hadirnya Sang Pencipta dalam diri hamba, pada fase ini yang
menyebabkan terlahirnya konsep Wahdat
al-wujud yaitu hamba dan Tuhan adalah satu kesatuan wujud. Ketika telah
terjadi penyatuan dalam konsep tersebut mungikinkah Tuhan berperilaku jelek?
Inilah kenikmatan yang telah mencapai puncak Ma’rifah billah hal ini akan terjadi setalah terlepasnya mutashawwifin dari belenggu nafsu dan
kotoran yang telah menyelimutinya, kita ambil kata kucinya bahwa peroses
kesatuan hamba dan Tuhan muhal terjadi pada manusia yang berhati kotor.
Hal
inilah yang kemudian membentuk martabat dan kesempurnaan dalam diri manusia (insan kamil).Manusia yang telah
mengenal diri sendiri maka akan sadar siapa dan dan harus bagaimana terhadap
keadaannya, maka muncul kemudian sifat-sifat utama yang menjadi pembeda dengan
orang-orang yang tidak tahu dalam arti mengenal dirinya sendiri.
Ø Uzlah
Uzlah merupakan
peroses pula tentang tahapan ini, yaitu
uzlah yang mempunyai arti menyendiri, telah diketahui bahwa sebelum Nabi
menerima wahyu Allah pertma kali, beliau sering kali melakukan terapi yang
disebut uzlahdi Gua Hira’ selama-berbulan lamanya sampai beliau menerima
wahyu pertama saat diangkat sebagai rasul pada tanggal 17 ramadhan tahun
pertama kenabian.
Uzlah dilakukan untuk menjauhkan gangguan mental dari lingkungan
yang tidak baik. Karena dalam teori psikologi bahwa pengaruh lingkungan lebih
mendominasi terhadap pengaruh perubahan karakter dan jiwa kita dari pada gem
yang kita miliki, maka dari sebab itu uzlah juga merupakan salah satu tahapan
menuju singgasana kenikmatan bercengkerama dengan Tuhan. Selain sisi itu pula
uzlah meningkatkan bentuk ke khusu’an dalam beribadah dan lebih memfokuskan
keimanan kita terhadap Allah.
A. Kesimpulan
Setelah lepas dari pembahasan diatas penulis merasa perlu
memberikan kesimpulan sebagai pencerahan ulang terhadap isi dari makalah ini
yang telah dipaparkan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa yang
dinamakan tazkiyatun nafs adalah peroses penyucian jiwa yang terdiri
dari akal, hati, roh dan nafsu agar terhindar dari keburukan dan karakter yang
dipengaruhi oleh hawa nafsu syetan demi mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam peroses mendekatkan diri kepadaNya perlu adanya
tahapan-tahapan agar apa yang ingin kita capai mudah dan lebih gampang,
tahapannya berupa takhalli yang berarti mengkosongkan diri dari perangai buruk,
kemudian tahalli yang diartikan menghiasi kekosongan jiwa pada tahap takhalli
dengan perangai yang baik dan dapat mendatangkan cahaya Tuhan, uzlah juga
merupakan bentuk terapi dalam mencapai kedudukan disisi Allah yang diartikan
menyendiri agar beribadah lebih fokus terhadap Allah,
Setelah kita capai ketiga fase diatas maka kita akan ketahui yang
namanya tajalli yaitu terungkapnya nur ghaib untuk hati, atau bisa katakana nur
ilahi telah kita temukan pada fase ini sehingga Tuhan telah menyatu dengan
realitas diri hamba yang telah mencapainya, hal ini akan menimbulkan ketajaman
dan kemantapan serta mengetahui hakikat dari diri sendiri maupun makna hidup
yang sebenarnya. Dan bentuk penyucian ini tidak lain karena ketergantungan dan
cinta kita yang sengaja kita tumbuhkan dengan ikhlas demi tercapainya cita-cita
yang ada dalam Al-Qur’an Al Karim. Yaitu insan kamil.
B. Saran-Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah “jangan sampai nafsu
merajai jiwa “biar kita tidak diperbudak oleh hasutan syetan yang
menggelincirkan kita.
Terapi yang kita
lakukan akan kita capai dengan kesadaran dan peroses yang kita niatkan dengan
sungguh-sungguh.
Kita harus
pandai-pandai berfikir dan mengambil sikap atas keterpurukan yang belum kita
sadari sebelum datang penyesalan.Dengan bercermin firman tuhan sebagai mana
yang diungkapkan Gus Mus dalam puisinya.
DAFTAR PUSTAKA
H.Moh.
Toriquddin,Lc., M.HISekularitas Tasawuf.
Membumikan Tasawuf Dalam Dunia Modern.UIN-Malang press,cet. I. 2008.
Drs.
Asmaran As., M.A. Pengantar Studi
Tasawuf, PTRajaGrafindo, cet. II. 1996.
Prof.
Dr. H. Abuddin Nata, M.A.Akhlak Tasawuf ,
Jakarta Rajawali pers, cet. IX .2010.
Imam
Al-Ghazali, Mukhtasar Ihya’ Ulumuddin, Pustaka
Amani-Jakarta, cet. II. 2007.
Nurcholis
Majid, Pesantren Dan Tasawuf, LP3ES,
Jakarta, cet. II. 1985.
H. Taufik, M.Pd.I, Tazkiyatun nafs, Lumajang-Jawa Timur,
cet. I. 2009
Komentar
Posting Komentar