MEREKONSTRUKSI SUBSTANSI SAINS PADA ESENSINYA
(Kerangka Umum)
(Kerangka Umum)
1. AL QUR’AN MENGAJAK BERPIKIR
Konsep umum sebagai wacana awal adalah kerangka ilmu dan pencapaiannya yang sangat dialektis mengungkapkan ilmu merupakan hasil kreatifitas dari kinerja otak yang dibuktikan dengan percobaan-percobaan sehingga melahirkan sebuah konklusi yang sistematis. Salah satu sumber acuan sempurna keilmuan adalah Al- Qur’an. Al-Qur’an adalah milik pemeluk agama Islam yang berupa kitab yang diturunkan kepada Nabi terakhir. Al qur’an secara perspektif tidak pernah menentang akal, melaikan men-back up dalam berbagai bentuk seruan Al qur’an untuk berpikir. Al Qur’an mempercayai upaya mencapai titik rasional keilmuan maupun rasional ke-Tuhanan tidak hanya kepada para audiensinya di sejumlah tempat, khususnya yang berkenaan dengan tema –tema ketuhanan, kenabian, dan hari pembalasan namun Al-Qur’an juga menyuguhkan pembuktian rasional. Tentang tauhid, misalnya, Allah berfirman,
Yang artinya ; Dan kiranya dilangit dan dibumi ada tuhan-tuhan selain Allah, sudah tentu keduanya akan hancur binasa (QS Al-Anbiya’ [21]: 22). Ayat ini sungguh sangat jelas menuntut manusia bepikir sekaligus memberikan pemahaman atas keteraturan alam semesta bahwa disitu terdapat bukti rasional dalam bentuk keteraturan alam terdapat ultimate reality. Namun sangat disayangkan, kalangan pemikir konservatif kerap kali menajamkan perbedaan antara logika Al qur’an adalah keyakinan yang sama sekali tidak mengandung unsur filsafat sebagai induk keilmuan dengan logika yunani yaitu filsafat itu sendiri, dan memperkenalkan argumentasi rasional versi Al- Qur’an sui generis, sangat istimewa dan benar-benar berbeda. Sifat ini lebih dipicu oleh kekawatiran mereka terhadap sifat Al-Qur’an yang akan menjadi sebuah keilmuan formal bukan pedoman dan ajaran yang memuat keyakinan.
2. PROSES TRANSFORMASI KEILMUAN
Transformasi keilmuan bermula dari proses perpaduan pemikiran di jejaring sosial manusia yang melahirkan varian bahasa dan dialektika manusia dan alam dalam bentuk interaksi dan kontemplasi dalam metode deduktif maupun induktif dalam proses pencapaian keilmuan. Keilmuan mengalir menuju titik dominasi dalam teoritis maupun praktis melahirkan konsep berbeda, penafsiran berbeda, kesimpulan berbeda. Terbentuknya konsep dalam satuan sistem keilmuan kemudian mampu memberikan sumbangsi jelas terhadap peralihan dan masuknya ilmu terhadap keilmuan lainnya dalam hubungan. keterkaitan ilmu satu dengan yang lainnya bisa dikatakan memiliki hubungan dan mengandung persamaan, dan dari persamaan iniliah kemudian cendrung memberikan pengartian bahwa satu ilmu dengan yang lainnya sama atau satu.
Semenjak ilmu pengetahuan berkembang terus menerus bergulir seiring waktu, maka kemajuan daya piker manusia juga semakin tertantang untuk semakin kreatif dan lebih bervariasi dengan konsep umum dan khusus tentang keilmuan, semakin memisahkan sebuah persamaan dengan detail dan semakin memberikan perbedaan fungsi dan struktur keilmuan dengan metode analisis detail. Pada point inilah kemudian timbul persepsi bahwa ilmu dan agama perlu di integrasikan, padahal pada hakikatnya ilmu dan agama adalah satu tetapi hanya sudut pandang keilmuan dan agama yang sering diartikan memiliki kapita selekta tersendiri membentuk sebuah perbedaan. Hal itu hanya sebuah reduksi pendapat tentang esensi dan substansial ilmu dan sumber ilmu yang seharusnya dalam hubungannya harus diakatakan sebuah kesatuan.
3. REKONSTRUKSI KEILMUAN MENUJU ESENSINYA
Merekonstruksi diartkan sebagai peroses pengembalian suatu hal atau kedudukan pada tempat dan temperatur yang melahirkan teori semula. Menyikapi dengan nalar kritis tidaklah hal mudah dalam mengembalikan dan menetapkan sebuah hal yang telah pasti dalam hipotesis yang sifatnya hanya perspektif belaka. Hal ini sesulit selayaknya menentang arus searah yang sudah damai dan memberikan kedamain terhadap yang yang telah terbiasa. Menginstalasi ulang pemahaman menuju fitrah atau asal muasal sumber keilmuan memang benar berasal dari Al-Qur’an. Al-Qur’an mampu memposisikan dirinya sebagai sumber tertulis yang sempurna dari kitab-kitab yang sebelumnya. sebagaimana Firman Allah Dalam Al-qur’an tentang Al-qur’an itu sendiri “ tidak ada satu hal pun yang dialpakan dalam Al-Qur’an “. Ungkapan ini sebenarnya lebih mengacu terhadap ke universalan Al-Qur’an sebagai sumber ajaran yang lengkap dan memberikan sebuah penrnyataan integritas terhadap kewajiban untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an mampu memenuhi dan menjadi esensi yang telah terdegradasi oleh kemajuan ilmu.
Membahas tentang sains adalah sebuah peningkatan drajat sesuai dengan yang Allah janjikan, karena yang kita rasa juga sains adalah penunjang terhadap kemajuan bangsa dan Negara dan secara tidak langsung mengajari sikap patriotisme kepada manusia, dan telah ada sebenarnya keinginan untuk menjadi pengabdi terhadap Negara. Sains diartikan secara leksikal merupakan sebuah bidang keilmuan yang memilki sistematika tentang alam dan dunia fisik lainnya atau pengetahuan sistematis yang diperoleh dari hasil observasi dan penilitian yang mengacu pada penentuan perinsip dasar dari objek yang diselidiki. Dalam karya Archie J. Bahm “what is science “ bahwa keilmuan memiliki enam komponen dari rancang bangunan ilmu Secara general kesemuanya dikatakan ilmu pengetahuan yaitu Adanya masalah, Adanya sifat dari keilmuan, Adanya Metode Ilmiah, Adanya aktivitas, Adanya kesimpulan dan Adanya pengaruh. Ilmu pengetahuan merupakan komponen termahal dan tertinggi dalam tatanan kehidupan. Tidak ada satupun bantahan yang menentang terhadap pentingnya ilmu pengetahuan.
Semakin jauh melangkah maka semakin jauh ilmu semakin meragukan terhadap para penuntut ilmu, bertanya tentang asal muasal keilmuan yang sedang dinikmati dengan mudah saat ini seperti biologi yang mengkaji tentang struktur kehidupan dari biologisnya, fisika yang mengkaji tentang zat dan energi, dan matematika yang mengkaji tentang bilangan dan hubungannya, telah sampailah kita sebenarnya pada era enjoyable world dimana semua tinggal dinikmati saja, dipakai, dirusak, dibuang, hal ini membuat kita terbuai dan lupa melihat sumber dari adanya hal ini yang secara turun temurun diajarkan dari pencetusnya selama berabad abad hingga sampai pada era praktis. Dalam bidang ilmu ini Al Qur’an banyak mengambil alih dan ikut serta berpandangan bahwa ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia lebih unggul dari sepesis lainnya dimuka bumi. Mengenai sumber dari pengetahuan Allah SWT berfirman dalam surat Al baqarah [2] ayat 31 dan 32 yang artinya :
Dan Dia (Allah ) mengajarkan kepada Adam, nama-nama (benda-benda) semuanya, kemudian dia mengemukakannya kepada para malaikat saraya berfirman “ sebutkanlah kepadaKu nama-nama benda-benda (menurut dugaanmu), “mereka menjawab(malaikat) menjawab “ Maha suci Engkau tiada pengetahuan kecuali yang telah engkauajarkan. Sesungguhnya Engkau Maha Mengatahui dan Maha Bijaksana. “. Telah jelas terjawab pertanyaan tentang sumber keilmuan yang ada pada hakikatnya. Bila agama islam telah Allah benarkan dan sempurnakan maka telah jelas Ilmu dan agama islam bukan lagi hal yang harus diintegrasikan melalui wadah pemahaman yang berulang – ulang karena keduanya telah menyatu dan tidak pernah terpisahkan.
Ilmu terbagi dua bagian yang secara garis besar objek kajiannya meliputi Alam materi dan Alam non materi. Sains mutakhir yang mengarahkan pada pandangan materi.[1] Memasuki ranah materi menuntut kita untuk kembali menulusuri banyak tentang ayat –ayat Al –Qur’an yang berbicara tentang alam raya. Survey ulama’ mengatakan ada 750 ayat yang berbicara tentang alam materi dan fenomenanya dan yang menuntut manusia untuk mendalami ini semua adalah secara tegas dan berulang ulang Al Qur’an menyatakan bahwa Alam raya diciptakan dan dan ditundukkan Allah untuk manusia. Sebagaimana Firman-Nya yang artinya :
Dan dia menundukkan untuk kamu apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi semuanya(sebagai anugrah) dariNya.(Al-Qur’an Al –Jatsiyah [45]: 13).
Penundukan tersebut sebenarnya merupakan hukum alam yang ditetapkan Allah dan disubjeki langsung oleh manusia sebagaimana ciri-cirinya adalah pernyataan yang mengatakan bahwa ;
Segala sesuatu yang ada disisiNya memilkik ukuran (Qs Al – Ra’ad [13]: 8)
Matahari dan bulan yang beredar dan memancarkan sinar, hingga rumput hijau subur dan kemudian kering, semuanya telah ditetapkan oleh Allah Swt, hanya sekarang menuntut kita bagaimana kita berfikir dan mencermatinya sehingga kemudian lahirlah sebuah bidang keilmuan yang diteliti secar pasti dan sistematis.
Bentuk pengajaran ilmu pengetahuan telah diajarkan pada masa adam sebagai manusia pertama dijagad raya ini, hal yang sedemikian berarti bahwa manusia memiliki potensi untuk mengetahui tentang gejala fenomenal dan rahasia alam. Dalam surat Ali Imran Ayat[3] 190-191 ;
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda –tanda bagi ulill albab. Yaitu mereka yang berdzikir(mengingat) Allah sambil berdiri, atau duduk atau berbaring, dan mereka yang berfikir tentang kejadian langit dan bumi.
Maksud dari ayat diatas menyatakan bahwa terdapat metode yang sempurna bagi penalaran dan pengamatan islam terhadap alam yang transformatif. Ayat itu mengarahkan akal manusia kepada fungsi pertama dari sekian banyak fungsi lain yang dimilki oleh otak kita.
4. PENDEKATAN ISLAM DALAM KEILMUAN
Ajaran islam sebagai wahyu berisi tuntunan atau pedoman bagi manusia dalam seluruh aspek kehidupan, sistem kepercayaan, sosial masyarakat, dan ilmu pengetahuan. Islam sangat menganjurkan pengembangan pemikiran dan penggunakan akal. Sejak kelahirannya islam sudah menunjukkan wajahnya yang sangat menghargai akal pikiran dan menganjurkan agar digunakan seoptimal mungkin untuk mengetahui dan memahami ciptaan-Nya.[2]
Ajaran yang terdapat dalam islam sangatlah mendorong manusia untuk memahami realitas, sebagaimana FirmanNya yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang tertulis dengan Al Qur’an mulai dari penciptaan alam sampai pada hal yang menyangkut proses kelahiran manusia melalui pembuahan sel telur oleh sperma dan hal ini disinggung dalam Ilmu biologi yang berkembang sampai saat ini sebagai kajian keilmuan yang telah dijadikan sebagai disiplin ilmu. Salah satu ayat misalkan menyebutkan yang artinya :
“ sesungguhnya dalam pencipitaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, bahtera yang berlayar dilaut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit ke bumi berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati(keringnya) dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh( terdapat) tanda- tanda keesaan dan kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan.(QS. Al – Baqarah [2]; 164)
Perkembangan kemajuan sains dan dan tekhnologi pada zaman khalifah islamiyah yang dicapai kaum muslimin dimulai sejak pengalihan pengetahuan yang ada pada filsafat yunani ke lingkungan dunia islam. Sejak masa Nabi Muhammad sampai dengan masa khalafaurrasyidin ilmu pengetahuan berkembang sesuai kebutuhan dan tuntutan zaman. Salah satu perkembangan ilmu dalam islam salah satunya adalah peristiwa Fitnah al- kubra, yang tidak hanya membawa konsekwensi logis dari segi politis an-sich seperti yang dipahami selama ini. Sehingga kemudian menimbulkan banyak pertentangan dan perbedaan aliran dalam hal teologis, sehingga pada akhirnya menumbuhkan kajian tentang teologi islam lebih sitematis, misalnya tentang masalah hukum, msalah kebebasan manusia dan peranan akal. Hal ini mengakibatkan pula perkembangan pemikiran mengenai berbagai hal tentang teologi islam dalam ilmu pengetahuan.
Pendekatan terhadap ilmu pengetahuan hanya sebatas memahami apa yang telah ada dan kemudian membangun sebuah kreatifitas untuk menunjang kebutuhan manusia yang kian hari makin berubah dan meningkat, hal ini juga merupakan bukti perkembangan ilmu pengetahuan. Semakin ilmu berkembang semakin pula otak berpikir, semakin jauh melangkah maka semakin jauh logika mengayuh pemahaman sehingga jauh dan melupakan esensi dan sumber hakikat keilmuan yang ada. Pendekatan pemahaman semacam ini hanya metode sederhana melalui sistem kausalitas sesi –sesi yang mulai terasa oleh para kaum pemikir dan pada waktu yang sama umat islam sendiri mulai menyempitkan keilmuan dengan do’a, melepas usaha menggantinya dengan do’a. Realitas sosial semacam ini sangatlah jelas dan terus berlanjut pada saat ini.
5. HUBUNGAN AL QUR’AN DAN ILMU PENGETAHUAN
Koneksitas Al-Qur’an dengan Ilmu pengetahuan dari segi esensialnya memerlukan metodologi yang dapat merumuskan integrasi sains dan agama. Konsep korelasi merupakan taktik metodis yang juga akan menformulasikan hubungan keduanya. dalam point ini penulis juga akan menguraikan kekeliruan dalam mengkaitkan dan menghubungkan sumber dan tubuh keilmuan yang kadang salah diartikan. Agama begitu umum untuk ikut andil dalam peradaban keilmuan, maka dari itu Al-Qur’an sebagai unit pokok agama kembali mengambil alih dalam mengkhususkan kapita selektanya. Proses perkembangan ilmu pengetahuan semakin memisahkan wujud esensi dan wujud keilmuan yang ada dikarenakan Al-qur’an dikhawatirkan akan menjadi sumber keilmuan formal tanpa adanya nilai-nilai ajaran yang seharusnya dimiliki oleh agama. Kekhawatiran itu disebabkan perubahan dan perkembangan keilmuan semakin dianggap mendukung terhadap pemisahan esensi dan wujud keilmuan, perkembangan semakin menutup jalan dalam konsep hubungannya sehingga para kaum pemikir konservatif semakin menajamkan sebuah perbedaan mutlak terhadap kemajuan ilmu adalah kajian metodis yang tidak ada sangkut pautnya dengan Al-qur’an.
Dalam konsep Al-Qur’an telah menyatakan kesiapan dan tanggung jawab atas segala kelengkapan yang dijanjikan sebagaiman ayat yang mengatakan “ Tidak ada satu hal pu yang tidak ada dalam Al-Qur’an “ kendatipun kecenderungan para kaum pemikir mengatakan letak integritas keilmuan pada hubungan internal langsung seperti penolakan konsep kausalitas yang ditolak oleh David hume. Namun juga perlu diperhatikan bahwa memang kondisi dan kedudukan ilmu dalam agama memiliki peranan penting disebabkan banyak ungkapan bahwa ilmu adalah derajat yang dijanjikan oleh Allah bagi yang memilikinya. Hal ini begitu sederhana dalam konsep dan teori namun kadang tidak mau diakui bahwa ilmu memang disanjung-sanjung dalam Al-qura’n bahkan langsung mendapatkan apresiasi tinggi dari Tuhan dalam hubungan sosial. Bentuk keberadaan peran dan pengakuan ini merupakan indikasi yang tidak perlu dikaji kembali, melainkan bagaimana titik integritas keduanya semakin jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Muslih Muhammad, 2004, Filsafat Ilmu, Yogyakarta : Belukar
Rahmat Aceng, 2011, Filsafat Ilmu Lanjutan, Jakarta: Kencana.
Yusufian Hasan, dkk, 2011, Akal Dan Wahyu, Jakarta: Sadra press.
Muslih Muhammad, 2004, Filsafat Ilmu,Yogyakarta: Belukar,
Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an,
Komentar
Posting Komentar