BUKU PEDOMAN MATERI KE-PMII-AN
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
SMALL GROUP GUNTUR
KOMISARIAT PMII STAIN PAMEKASAN 2013-2014
ONGKI ARISTA U. A
Dzikir, Pikir dan Amal Sholeh
Sekali Bendera dikibarkan! Hentikan ratapan dan tangisan!
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kepada Allah SWT penulis panjatkan, karena berkat Rahmat dan TaufiqNya kita semua masih diberikan Anugrah yang sangat besar berupa ilmu, kesehatan, kecerdasan, rezeki, dan kesempatan untuk selalu berdzikir kepadaNya. Shalawat dan salam penulis juga haturkan keharibaan sang baginda Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kegelepan penuh kesesatan menuju alam yang terang penuh petunjukNya.
Alhamdulillah berkat pertolonganNya walaupun dengan terbatasnya waktu dan kemampuan penulis, dalam jangka waktu yang cukup lama penulis dapat menyelesaikan buku pedoman seputar PMII, bagi warga Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat STAIN Pamekasan.
Dengan penuh rasa takdzim dan kerendahan hati, penulis haturkan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada semua jajaran senior Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII Komisariat STAIN), yang telah memberikan bimbingan,pembinaan berupa pemikiran dan kritikan sehingga penulis dapat menyelesaikan buku kecil ini. Dan tidak lupa pula kepada sahabat-sahabatku dan semua pihak yang telah ikut serta memberikan motivasi dan pencerahan pemikiran terhadap penyusunan buku ini.
Penulis yakin dalam penyusunan buku kecil ini masih banyak terdapat kekurangan dan ketidak sempurnaan. Hal ini harap dimaklumi karena kemampuan penulis cukup terbatas dan kodrat penulis yang tidak lepas dari kesalahan. Oleh sebab itu keritikan yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan sebagai cambuk untuk mengarungi langkah dan gerak yang lebih maju terhadap masa depan kader PMII selanjutnya.
Harapan penulis semoga dengan adanya buku kecil ini bisa bermanfaat dan mampu membuka cakrawala berpikir penulis khususnya dan sahabat-sahabat warga pergerakan serta pembaca yang budiman pada umumnya, Amien Ya Rabbal Alamien………..
Salam Pergerakan!!!
Dzikir, Pikir dan Amal Shaleh
Wallahul muwwafiq ilaa aqwaamitthariq……….
Wassalamualaikum Wr.Wb...
The Contents
Halaman Sampul
Kata Pengantar
List of Contents
A. Sejarah berdirinya PMII
· Proses lahirnya
B. Sejarah Perkembangan PMII
· Pada masa orde lama
· pada masa orde baru
C. Independensi PMII
D. Ke-PMII-an
· Makna filosofis PMII sebagai citra
· Lambang PMII
· Visi dan Misi PMII
· Tujuan didirikannya PMII
· Sistem rekrutment
· Struktur Organisasi
· Identitas warga PMII
E. Ke Aswaja-an
· Mengenal Aswaja
· Perkembangan Aswaja
· Etika Aswaja PMII sebagai spirit pikir dan gerak kader
· Aswaja Sebagai Minhaj Al-fikr
· Aswaja dan tantangan masa kini dan masa depan
F. Gender
· Sejarah Munculnya gender
· Gender dan mainstreaming
· Implementasi perspektif gender
· Kualitas kesetaraan gender
G. NDP PMII
· NDP antara dialektika dan integrasi gerakan
· NDP dalam PMII
· Arti, fungsi, dan kedudukan NDP
· Rumusan NDP
H. Ke-Organisasi-an
· Pengertian organisasi
· Fungsi organisasi
· Kegiatan organisasi mahasiswa
· Visi dan misi dalam organisasi
· Manajemen organisasi sebagai ilmu dan seni
· Memahami insan organisatooris
I. Ke-Mahasiswa-an
· Pengertian mahasiswa
· Sumpah mahasiswa Indonesia
· Lagu-lagu mahasiswa dan PMII
J. Analisis Sosial
· Pengertian Ansos
· Ruang lingkup ANSOS
· Pentingya Teori sosial
· Langkah-langkah ANSOS
· Peranan ANSOS dalam strategi gerakan PMII
K. Rekayasa Sosial
· Sebuah kasus awal
· Perubahan sosial
· Rekayasa sosial
· Problem, unsur-unsur hingga aksi sosial
· Kesimpulan
L. PMII dan tantangan Globalisasi
· Globalisasi
· Dari membaca ke analisis
· Pemahaman konseptual
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi pergerakan mahasiswa islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa Nadlatul Ulama’ untuk mendirikan organisasi kemahasiswaan yang berideologi Ahlussunnah wal jamaah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII.
1. Carut marutnya situasi politik bangsa Indonesia dalam kurun waktu Sembilan tahun dari tahun 1950-1959.
2. Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada pada waktu itu.
3. Tidak eksisnya mahasiswa NU yang bergabung di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
4. Pisahnya NU dengan partai masyumi
5. Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota bene HMI.
Kedekatan HMI dengan salah satu partai politik yang ada (Masyumi) yang notabene HMI menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intekektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahasiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berediologi ahlussunnah wal jamaah.
· Proses lahirnya PMII
Proses kelahiran PMII terkait dengan perjalanan Ikatan pelajar nahdlatul ulama (IPNU), yang lahir pada tanggal 24 februari 1954, dan bertujuan untuk mewadahi dan mendidik kader-kader NU demi meneruskan perjuangan NU. Namun dengan pertimbangan aspek psikologis dan intelektualitas, para mahasiswa NU menginginkan sebuah wadah tersendiri. Sehingga berdirilah ikatan mahasiswa Nahdhatul Ulama (IMANU) pada bulan desember 1955 di Jakarta, yang diprakarsai oleh beberapa pimpinan pusat IPNU, diantaranya Tolchah Mansur, Ismail Maky, dll.
Namun akhirnya IMANU tidak berumur panjang, karena PBNU tidak mengakui keberadaannya. Hal itu cukup beralasan mengingat pada saat itu baru saja dibentuk IPNU pada tanggal 24 Februari 1954 kemudian berdiri IMANU satu tahun setelahnya yaitu pada tahun 1955, “apa jadinya kalau bayi yang baru lahir belum mampu merangkak dengan baik sudah menyusul bayi baru yang minta diurus dan dirawat dengan baik lagi”.
Dibubarkannya IMANU tidak membuat semangat mahasiswa NU menjadi luntur, akan tetapi semakin mengobarkan semangat untuk memperjuangkan semangat intelektualitas mahasiswa NU. Dan akhirnya di cirebon pada 27-31 Desember 1958, diambilah langkah kompromi oleh PBNU dengan mendirikian Departemen Perguruan Tinggi IPNU untuk menampung aspirasi Mahasiswa NU namun setelah disadari bahwa departemen tersebut tidak efektif, serta tidak cukup kuat menampung aspirasi mahasiswa NU (Sepak terjang kebijakan masih harus terikat dengan structural PP IPNU). Akhirnya pada konferensi besar IPNU pada tanggal 14-17 Maret 1960 di Kaliurang Jogjakarta, melahirkan keputusan “perlunya didirikan suatu organisasi mahasiswa secara khusus bagi mahasiswa Nahdliyin”. Dibentuk panitia yang terdiri dari 13 orang dengan waktu 1 bulan dan tempatnya di Surabaya gedung Madrasah Mualimin Wonokromo Surabaya (YPP Khadijah sekarang /secretariat PC PMII Surabaya sekarang) pada tanggal 14-16 April 1960. Ke-13 orang tersebut adalah:
1. Cholid Mawardi (Jakarta)
2. Said Budairi (Jakarta)
3. M sobich ubaid (jakarta)
4. M makmun syukri BA (bandung)
5. H ismail makky (Yogyakarta)
6. Abd wahab jailani (semarang)
7. Hisbullah huda (surabaya)
8. Hilman (bandung)
9. Laily Mansur (surakarta)
10. Munsif Nahrawi (yogyakarta)
11. Nuril Huda Suaidy (surakarta)
12. M Cholid Narbuko (malang)
13. Ahmad Husain (makasar)
Sebelum melakukan musyawarah mahasiswa nahdliyin 3 dari 13 orang tersebut (yaitu Hisbullah huda, Said Budairy, dan M Makmun Syukri BA) pada tanggal 19 maret 1960 berangkat ke Jakarta untuk menghadap ketua Tadfidziah PBNU, KH. Dr. Idham Khalid untuk meminta nasehat sebagai pedoman pokok. Pada pertemuan dengan PBNU pada tanggal 24 maret 1960 ketua PBNU menekankan hendaknya organisasi yang akan di bentuk itu benar-benar dapat di andalkan sebagai kader partai NU dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk di amalkan bagi kepentingan rakyat, dan bukan pula ilmu untuk ilmu.
Adapun musyawarah di kaliurang tersebut akhirnya menghasilkan keputusan :
1. Berdirinya organisasi Nahdliyin, dan organisasi tersebut diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
2. Penyusunan peraturan dasar PMII yang dalam mukoddimahnya jelas dinyatakan bahwa PMII merupakan kelanjutan dari departemen perguruan tinggi IPNU-IPPNU.
3. Persidangan dalam musyawarah Mahasiswa Nahdliyin itu dimulai tanggal 14-16 April 1960, sedangkan peraturan dasar PMII dinyatakan berlaku mulai 21 syawal 1379 H atau bertepatan pada tanggal 17 April 1960 sehingga PMII dinyatakan berdiri pada tanggal 17 April 1960.
4. Memutuskan membentuk tiga orang formatur yaitu H. Mahbub Junaidi sebagai ketua umum, A Cholid Mawardi sebagai ketua 1, dan M Said Budairy sebagai sekretaris umum PB PMII. Susunan pengurus pusat PMII periode pertama ini baru tersusun secara lengkap pada bulan Mei 1960.
B. SEJARAH PERKEMBANGAN
· Pada masa Orde lama (1960-1965)
Dalam waktu yang relatif singkat, PMII mampu berkembang pesat sampai berhasil mendirikan 13 cabang yang terbesar di berbagai pelosok Indonesia karena pengaruh besar NU. Dalam perkembangannya PMII juga terlibat aktif, baik dalam pergulatan politik serta dinamika perkembangan kehidupan mahasiswa dan keagamaan di indonesia (1960-1965).
Pada tanggal 16 Desember 1960 PMII masuk dalam PPMI dan mengikuti kongres IV PPMI (5 Juli 1961) di yogyakarta sebagai pertama kalinya PMII mengikuti kongres federasi organisasi ekstra universitas. Peran PMII tidak terbatas didalam negeri saja, tetapi juga terlibat dalam perkembangan dunia internasional. Terbukti pada bulan september 1960, PMII ikut berperan dalam konferensi Panitia Forum Pemuda Sedunia (Konstituen Meeting of Youth Forum) di Moscow, Uni Soviet. Tahun 1962 menghadiri seminar World Assembly of Youth (WAY) di kuala Lumpur, Malaysia Festifal Pemuda Sedunia di Helsinki, irlandia dan seminar General Union of Palestina Student (GUPS) di kairo Mesir.
Di dalam negeri, PMII melibatkan diri terhadap persoalan politik dan kenegaraan, terbukti pada tanggal 25 Oktober 1965, berawal dari undangan Menteri Perguruan Tinggi Syarif Thoyyib kepada berbagai aktifis mahasiswa untuk membicarakan situasi nasional saat itu, sehingga dalam ujung pertemuan disepakati terbentuknya KAMI (kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang terdiri dari PMII, HMI, dan GERMAHI yang dimaksudkan untuk menggalang kekuatan mahasiswa indonesia dalam melawan rongrongan dan meluruskan penyelewengan yang terjadi. Sahabat Zamroni sebagai wakil dari PMII dipercaya sebagai ketua Presidium, dengan keberadaan tokoh PMII diposisi strategis menjadi bukti diakuinya komitmen dan kapabilitas PMII untuk semakin pro aktif dalam menggelorakan semangat juang demi kemajuan dan kejayaan indonesia.
Usaha konkrit dari KAMI yaitu mengajukan TRITURA dikarenakan persoalan tersebut yang paling dominan menentukan arah perjalanan bangsa indonesia. Puncak aksi yang dilakukan KAMI adalah penumbangan Rezim Orde lama yang kemudian melahirkan Orde baru.
· Pada masa Orde Baru (1965-1998)
PMII tetap melakukan gerakan-gerakan moral terhadap kasus dan penyelewengan yang dilakukan oleh penguasa sejak orde baru. Harus diakui bahwa sejarah paling besar dalam PMII adalah ketika digunakan oleh independensi dalam deklarasi Murnajati, 14 Juli 1971 dalam MUBES III tersebut dilakukan rekonstruksi perjalanan PMII selama 12 tahun analisa antara kemajuan dan degradasi ketika PMII tetap bergabung (dependen) pada induknya (NU), namun setelah itu pertimbangan tidak jauh dari proses pendewsaan. PMII sebagai organisasi kepemudaan ingin lebih menunjukkan eksistensinya di mata bangsanya. Hal ini terlihat jelas dari tiga butir pertimbangan yang melatar belakangi independensi PMII tersebut:
Butir pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan indonesia yang bebbudi luhur, takwa kepada Allah, berilmu dan bertanggung jawab, serta cakap dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya.
Butir kedua, PMII sebagai organisasi Pemuda Indonesia, sadar akan peranannya untuk ikut bertanggung jawab bagi keberhasilan bangsa untuk dinikmati oleh rakyat.
Butir ketiga, PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idialisme sesuai denga idialisme Tawang Mangu, menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, sikap keterbukaan dan pembinaan ras dan tanggung jawab.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, PMII menyatakan diri sebagai organisasi independen, tidak terikat baik sikap maupun tindakan dengan siapapun, dan hanya komitmen dengan perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan pancasila.
Sampai disini belum dijumpai adanya motif lain dari independensi itu kecuali proses pendewasaan. Hal ini didukung oleh manifesto butir terahir yang ,menyatakan bahwa dengan independensi PMII tersedia adanya kemungkinan-kemungkinan alternatif yang lebih lengkap lagi bagi cita-cita perjuangan organisasi yang berdasarkan islam yang Ahlussunnah wal Jamaah.
C. INDEPENDENSI PMII
Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan organisasi induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjutnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK Orde baru, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.
Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain.
Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.
D. KE-PMII-AN
· Makna Filosofis PMII sebagai citra
Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya.
Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.
“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah ISLAM sebagai agama yang dipahami dengan haluan/paradigma Ahlussunnah Waljama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka, progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).
Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa pancasila serta undang undang dasar 45.
· Lambang PMII
Lambang PMII diciptakan oleh H. Said Budairi. Lazimnya lambang, lambang PMII memiliki arti yang terkandung di setiap goresannya. Arti dari lambang PMII bisa dijabarkan dari segi bentuknya (form) maupun dari warnanya. Dari Bentuk :
Ø Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh luar
Ø Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita- cita yang selalu memancar
Ø Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah dengan empat Sahabat terkemuka (Khulafau al Rasyidin)
Ø Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah
Ø Sembilan bintang sebagai jumlah bintang dalam lambang dapat diartikan ganda yakni :
Ø Rasulullah dan empat orang sahabatnya serta empat orang Imam mazhab itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat manusia.
Ø Sembilan orang pemuka penyebar agama Islam di Indonesia yang disebut WALISONGO.
Dari warna
1. Biru, sebagaimana warna lukisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan Wawasan Nusantara.
2. Biru muda, sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah, berarti ketinggian ilmu pengertahuan, budi pekerti dan taqwa.
3. Kuning, sebagaimana warna dasar perisai- perisai sebelah bawah, berarti identitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambing kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.
4. Kegunaan Lambang :
Lambang digunakan pada : papan nama, bendera, kop surat, stempel, badge, jaket/pakaian, kartu anggota PMII dan benda atau tempat lain yang tujuannya untuk menunjukan identitas organisasi.
Ukuran lambang disesuaikan dengan besar wadah penggunaan.
· Visi dan Misi PMII
Visi dasar PMII :
Dikembangkan dari dua landasan utama, yakni visi ke-Islaman dan visi kebangsaan. Visi ke-Islaman yang dibangun PMII adalah visi ke-Islaman yang inklusif, toleran dan moderat. Sedangkan visi kebangsaan PMII mengidealkan satu kehidupan kebangsaan yang demokratis, toleran, dan dibangun di atas semangat bersama untuk mewujudkan keadilan bagi segenap elemen warga-bangsa tanpa terkecuali.
Misi dasar PMII.
Merupakan manifestasi dari komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, dan sebagai perwujudan kesadaran beragama, berbangsa, dan bernegara. Dengan kesadaran ini, PMII sebagai salah satu eksponen pembaharu bangsa dan pengemban misi intelektual berkewajiban dan bertanggung jawab mengemban komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik spiritual maupun material dalam segala bentuk.
· Tujuan didirikannya PMII
Secara totalitas PMII sebagai suatu organisasi merupakan suatu gerakan yang bertujuan merubah kondisi sosial di Indonesia yang dinilai tidak adil, terutama dalam tatanan kehidupan sosial. Selain itu juga melestarikan perbedaan sebagai ajang dialog dan aktualisasi diri, menjunjung tinggi pluralitas, dan menghormati kedaulatan masing-masing kelompok dan individu.
Dalam lingkup yang lebih kecil PMII mencoba menciptakan kader yang memiliki pandangan yang luas dalam menghadapi realitas sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Memiliki pemahaman yang komprehensif tentang berbagai macam paham pemikiran yang digunakan dalam menganalisa realitas yang ada, sehingga diharapkan seorang kader akan mampu memposisikan diri secara kritis dan tidak terhegemoni oleh suatu paham atau oordina yang dogmatis.
· Rekrutment Sytem
Dalam PMII, ada tahapan-tahapan pengkaderan. Untuk tahap pertama adalah MAPABA (Masa Penerimaan Anggota Baru) sebagai jendela awal untuk bergabung dalam organisasi PMII. Untuk berikutnya sebagai tindak lanjut ada PKD (Pelatihan Kader Dasar) dilaksanakan oleh Komisariat/Cabang, merupakan persyaratan untuk bisa menjadi pengurus komisariat/cabang. Dan diteruskan dengan PKL (Pelatihan Kader Lanjut), dilaksanakan oleh pengurus cabang, merupakan persyaratan untuk menjadi pengurus cabang/pengurus koordinator cabang.
· Struktural Organisasi
· Pengurus Besar (PB) berpusat di Ibu Kota
· Pengurus Koordinator Cabang (PKC) berpusat di Provinsi
· Pengurus Cabang (PC) berpusat di Kabupaten
· Pengurus Komisariat (PK) berpusat di Kampus atau perguruan tinggi
· Pengurus Rayon (PR) berpusat di Fakultas di universitas tapi untuk sekolah tinggi ada kordinator angkatan yang kita kenal Small group.
· Identitas warga PMII
Apa itu identitas PMII, seperti empat huruf kata ‘PMII’, yaitu Suatu wadah atau perkumpulan organisasi kemahasiswaan dengan label ‘Pergerakan’ yang Islam dan Indonesia yang mempunyai tujuan:
Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang;
(1) Bertaqwa kepada Allah swt
(2) Berbudi luhur
(3) Berilmu
(4) Cakap, dan
(5) Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. (Bab IV AD PMII)
(1) Bertaqwa kepada Allah swt
(2) Berbudi luhur
(3) Berilmu
(4) Cakap, dan
(5) Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. (Bab IV AD PMII)
Menuju capaian ideal sebagai mahluk Tuhan, sebagai ummat yang sempurna, yang kamil, yaitu mahluk Ulul Albab.
E. KE-ASWAJAAN-AN
· Mengenal ASWAJA
Secara sederhana dalam perspektif teks, ASWAJA diterjemahkan sebagai: sekelompok golongan yang mengikuti, meyakini, dan mengamalkan sikap, mperbuatan, dan perkataan yang dijalankan oleh Rasul SAW, Sahabatnya, dan para pengikut sahabatnya dimanapun berada, kapan pun dan siapa pun (4 ulama’ madzab, salafussholikh, dll).
Awal munculnya ASWAJA menjadi salah satu kelompok dalam kehidupan social, adalah karena perdebatan teologi, di sini ada Mu’tazilah (akal), Syi’ah (percaya mutlak ahlul bait), Khowarij (tekstual), dan ASWAJA (moderat) Muncul sebagai alternatif perdebatan kelompok-kelompok tersebut).
Prinsip yang dikembangkan ASWAJA adalah prinsip moderat (tengah-tengah), Wasathon, mempertimbangan teks dan konteks, prinsip seperti itu sebenarnya telah ada dalam pesan risalah nubuwwah Muhammad SAW, baik dalam al-qur’an maupun dalam al-hadits. Dalam prisip dan sikap seperti ini, ASWAJA selalu menjadi solusi alternatif dalam setiap persoalan perdebatan yang bersifat dhonni (masih butuh penafsiran), dengan mengedepankan pendapat yang paling benar, paling bermanfaat, dan menghilangkan kemadlorotan (usulul fiqhi). Tokoh perintis faham ASWAJA, Abu hasan al-Basri (w.110 H/728M), Abu Hasan Al-Asy’ari (w.324 H/935 M), dan Abu Mansur al-Maturidzi (w.331 H/944 M), dan banyak ulama’ sunni lainnya.
· Perkembangan ASWAJA
Menilik perjalanan ASWAJA sebagai sebuah pola berfikir dan bertindak adalah tidak lepas dari sejarah masuknya Islam ke Indonesia, dengan corak ke-sunni-annya. Di mana ulama sunni, baik dari cina, India, maupun timur tengah sambil berdagang mampu menyebarkan Islam ala Sunni, dengan prinsip moderat-nya, sehingga Islam bisa diterima masyarkat pribumi dengan elegan tanpa paksaan dan kekerasan. Islam mampu berdialektika dengan budaya local yang sudah berkembang, Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme, dan adat Istiadat masyarakat Indonesia lainnya.
Begitu pula yang dilakukan oleh para Wali Songo, mereka mampu meng islam-kan Jawa dengan wajah moderatnya. Artinya sebenarnya model Islam yang seperti itulah, (sunni, moderat, mengedepankan maslahah, menghilangkan madlarat) yang sejak awal berkembang dan bisa diterima oleh masyarkat Indonesia. Sehingga nilai Islam sebagai Agama Universal (rahmatan lil ‘alamin) menjadi kelihatan semakin nyata.
Model Islam sunni/Islam ASWAJA inilah yang kemudian mendorong lahirnya ornganisasi kemasyarakatan yang ber-visi sosil-keagamaan, yakni Nahdlatul Ulama’ (NU), yang sampai sekarang memegang teguh identitas tersebut sebagai senuah Nilai, idiologi, dan doktrin kedisiplinan. dan PMII adalah bagian dari dinamika perkembangan ke-NU-an di kalangan pemuda, terutama Mahasiswa (simak sejarah lahirnya PMII).
Pada perkembangan berikutnya lahirlah doktrin ASWAJA an-Nahdliyah yang dimotori oleh (alm.) K.H. Hasyim Asy’ari (Ra’is Akbar NU pertama). Dengan secara tekstual menajdikan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai landasan utamanya. Serta fiqih/usul fiqih (Ijama’ dan Qiyas, serta maslahatul mursalah) sebagai landasan kontekstualnya.
sehingga dari kedua landasan tersebut, lahir dialektika antara teks dan konteks dalam mengambil keputusan, tindakan, pemikiran, dll. Maka tidak ada lain pola pikir yang dikedepankan adalah menolak bahaya (madlarat), mendatangkan kebaikan (maslahah). Dengan mengedepankan prinsip umum “al-muhafadzotu alaa qodimi al sholikh, wal akhdzu bi al-jadiidil aslakh ”Yakni menjaga tradisi lama yang baik, dan mengembangkan (kreatif) sesuatu baru yang lebih baik”.
· Etika Aswaja PMII sebagai sebuah Spirit Pikir dan Gerak Kader
Secara singkat posisi Aswaja di PMII dapat dilihat sebagai berikut. Dalam upaya memahami, menghayati, dan mengamalkan Islam, PMII menjadikan ahlussunnah wal jama’ah sebagai manhaj al-fikr sekaligus manhaj al-taghayyur al-ijtima’i (perubahan sosial) untuk mendekonstruksikan sekaligus merekonstruksi bentuk-bentuk pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran agama yang toleran, humanis, anti-kekerasan, dan kritis-transformatif (dalam NDP dan PKT PMII).
Bagi PMII, Aswaja merupakan basis dasar nilai organisasi. Hal ini berarti kehidupan dan gerakan PMII senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai tersebut sehingga secara langsung membentuk identitas komunitas. Lebih dari itu, Aswaja merupakan inspirasi gerakan dan sekaligus alat bergerak yang membimbing para aktivisnya dalam memperjuangkan cita-cita kebangsaan dan kemanusiaan. Ini sudah dibuktikan misalnya komitmen gerakan yang tidak melenceng dari cita-cita kebangsaan itu, sementara di sisi lain tetap berkomitmen dengan cita-cita Islam yang humanis, pluralis, demokratis, egaliter, dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.
Di atas landasan ini pula organisasi PMII bergerak membangun jati diri komunitasnya dan arah gerakannya. Berikut ini beberapa nilai-nilai yang terkandung dalam Aswaja PMII:
Maqosidu Al-Syar`iy (Tujuan Syariah Islam)
- Hifdzunnafs (menjaga jiwa)
- Hifdzuddin (menjaga agama)
- Hfdzul `aqli (menjaga aqal)
- Hifdzulmaal (menjaga harta)
- Hifdzul nasab (menjaga nasab)
Kontekstualisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Maqosidu Al-Syar`iy :
Hifzunnafs Menjaga hak hidup (hak azazi manusia)
Hifdzuddin pluralisme (kebebasan berkeyakinan)
Hfdzul `aqli (kebebasan berfikir)
Hifdzulmaal (kebebasan mencari penghidupan)
hifdzul nasab (kearifan local)
Karakteristik ulama ahlussunnah waljama`ah dalam berpikir dan bertindak
Tasamuh (toleran)
Tawazun (menimbang-nimbang)
Ta’adul (berkeadilan untuk semua)
`Adamu ijabi birra`yi. (tidak merasa paling benar)
`Adamuttasyau` (tidak terpecah belah).
`Adamulkhuruj. (tidak keluar dari golongan)
Alwasatu.(selalu berada ditengah-tengah)
Luzumuljamaah. (selalu berjamaah)
`Adamu itbailhawa (tidak mengikuti hawa nafsu)
Puncak dari semuanya adalah Ta’awun (saling tolong menolong)
- Hifdzunnafs (menjaga jiwa)
- Hifdzuddin (menjaga agama)
- Hfdzul `aqli (menjaga aqal)
- Hifdzulmaal (menjaga harta)
- Hifdzul nasab (menjaga nasab)
Kontekstualisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Maqosidu Al-Syar`iy :
Hifzunnafs Menjaga hak hidup (hak azazi manusia)
Hifdzuddin pluralisme (kebebasan berkeyakinan)
Hfdzul `aqli (kebebasan berfikir)
Hifdzulmaal (kebebasan mencari penghidupan)
hifdzul nasab (kearifan local)
Karakteristik ulama ahlussunnah waljama`ah dalam berpikir dan bertindak
Tasamuh (toleran)
Tawazun (menimbang-nimbang)
Ta’adul (berkeadilan untuk semua)
`Adamu ijabi birra`yi. (tidak merasa paling benar)
`Adamuttasyau` (tidak terpecah belah).
`Adamulkhuruj. (tidak keluar dari golongan)
Alwasatu.(selalu berada ditengah-tengah)
Luzumuljamaah. (selalu berjamaah)
`Adamu itbailhawa (tidak mengikuti hawa nafsu)
Puncak dari semuanya adalah Ta’awun (saling tolong menolong)
· Aswaja Sebagai Manhaj al-fikr
Dalam wacana metode pemikiran, para teolog klasik dapat dikategorikan menjadi empat kelompok. Pertama, kelompok rasioalis yang diwakili oleh aliran Mu’tazilah yang pelapori oleh Washil bin Atho’, kedua, kelompok tekstualis dihidupkan dan dipertahankan oleh aliran salaf yang munculkan oleh Ibnu Taimiyah serta generasi berikutnya. Ketiga, kelompok yang pemikirannya terfokuskan pada politik dan sejarah kaum muslimin yang diwakili oleh syi’ah dan Khawarij, dan keempat, pemikiran sintetis yang dikembangkan oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi.
Didalam PMII Aswaja dijadikan Manhajul Fikri artinya Aswaja bukan dijadikan tujuan dalam beragama melainkan dijadikan metode dalam berfikir untuk mencapai kebenaran agama. Walaupun banyak tokoh yang telah mencoba mendekontruksi isi atau konsep yang ada dalam aswaja tapi sampai sekarang Aswaja dalam sebuah metode berpikir ada banyak relevansinya dalam kehidupan beragama, sehingga PMII lebih terbuka dalam membuka ruang dialektika dengan siapapun dan kelompok apapun.
Rumusan aswaja sebagai manhajul fikri pertama kali diintrodusir oleh Kang Said (panggilan akrab Said Aqil Siradj) dalam sebuah forum di Jakarta pada tahun 1991. Upaya dekonstruktif ini selayaknya dihargai sebagai produk intelektual walaupun juga tidak bijaksana jika diterima begitu saja tanpa ada discourse panjang dan mendalam dari pada dipandang sebagai upaya ‘merusak’ norma atau tatanan teologis yang telah ada. Dalam perkembangannya, akhirnya rumusan baru Kang Said diratifikasi menjadi konsep dasar aswaja di PMII. Prinsip dasar dari aswaja sebagai manhajul fikri meliputi ; tawasuth (mederat), tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang).
Aktualisasi dari prinsip yang pertama adalah bahwa selain wahyu, kita juga memposisikan akal pada posisi yang terhormat (namun tidak terjebak pada mengagung-agungkan akal) karena martabat kemanusiaan manusia terletak pada apakah dan bagaimana dia menggunakan akal yang dimilikinya. Artinya ada sebuah keterkaitan dan keseimbangan yang mendalam antara wahyu dan akal sehingga kita tidak terjebak pada paham skripturalisme (tekstual) dan rasionalisme.
Selanjutnya, dalam konteks hubungan sosial, seorang kader PMII harus bisa menghargai dan mentoleransi perbedaan yang ada bahkan sampai pada keyakinan sekalipun. Tidak dibenarkan kita memaksakan keyakinan apalagi hanya sekedar pendapat kita pada orang lain, yang diperbolehkan hanyalah sebatas menyampaikan dan mendialiektikakakan keyakinan atau pendapat tersebut, dan ending-nya diserahkan pada otoritas individu dan hidayah dari Tuhan. Ini adalah menifestasi dari prinsip tasamuh dari aswaja sebagai manhajul fikri. Dan yang terakhir adalah tawazzun (seimbang).
Penjabaran dari prinsip tawazzun meliputi berbagai aspek kehidupan, baik itu perilaku individu yang bersifat sosial maupun dalam konteks politik sekalipun. Ini penting karena seringkali tindakan atau sikap yang diambil dalam berinteraksi di dunia ini disusupi oleh kepentingan sesaat dan keberpihakan yang tidak seharusnya. walaupun dalam kenyataannya sangatlah sulit atau bahkan mungkin tidak ada orang yang tidak memiliki keberpihakan sama sekali, minimal keberpihakan terhadap netralitas. Artinya, dengan bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa memandang dan menposisikan segala sesuatu pada proporsinya masing-masing adalah sikap yang paling bijak, dan bukan tidak mengambil sikap karena itu adalah manifestasi dari sikap pengecut dan oportunis.
· Aswaja dan tantangan masa kini dan masa depan
Setelah melalui evolusi sejarah panjang, Aswaja sekarang ini menjadi mayoritas umat Islam yang tersebar mulai dari Jakarta (Indonesia) hingga Casablanca (Maroko), disusul oleh Syi’ah di Iran, Bahrain, Lebanon Selatan; dan sedikit Zaidiyah (pecahan Mu’tazilah) di sejumlah tempat di Yaman. Dengan mengacu pada ajaran Muhammad Bin Abdulwahhab, rezim Saudi Arabia berafiliasi kepada apa yang disebut Wahabi.
Sementara di Asia Selatan (Afganistan dan sekitarnya) reinkarnasi Khawarij menemukan tanah pijaknya dengan sikap-sikap keras dalam mempertahankan dan menyebarkan keyakinan. Di Indonesia, Aswaja kurang lebih sama dengan nahdliyin (sebutan untuk jamaah Nahdlatul Ulama), meskipun jamaah Muhammadiyah adalah juga Aswaja dengan sedikit perbedaan pada praktik hukum-hukum fiqh. Artinya, arus besar umat Islam di Indonesia adalah Aswaja. yang paling penting ditekankan dalam internalisasi ajaran Aswaja di Indonesia adalah sikap keberagamaan yang toleran (tasamuh), seimbang (tawazun), moderat (tawassuth) dan konsisten pada sikap adil (i’tidal).
Ciri khas sikap beragama macam inilah yang menjadi kekayaan arus besar umat Islam Indonesia yang menjamin kesinambungan hidup Indonesia sebagai bangsa yang plural dengan agama, suku dan kebudayaan yang berbeda-beda.
Ada dua kekuatan besar yang menjadi tantangan Aswaja di Indonesia sekarang ini dan di masa depan: kekuatan liberal di satu pihak dan kekuatan Islam politik garis keras di pihak yang lain.
Ada dua kekuatan besar yang menjadi tantangan Aswaja di Indonesia sekarang ini dan di masa depan: kekuatan liberal di satu pihak dan kekuatan Islam politik garis keras di pihak yang lain.
Kekuatan liberal lahir dari sejarah panjang pemberontakan masyarakat Eropa (dan kemudian pindah Amerika) terhadap lembaga-lembaga agama sejak masa pencerahan (renaissance) yang dimulai pada abad ke-16 masehi; satu pemberontakan yang melahirkan bangunan filsafat pemikiran yang bermusuhan dengan ajaran (dan terutama lembaga) agama; satu bangunan pemikiran yang melahirkan modernitas; satu struktur masyarakat kapital yang dengan globalisasi menjadi seolah banjir bandang yang siap menyapu masyarakat di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Sebagai reaksinya, sejak era perang dingin berakhir dengan keruntuhan Uni Soviet, Islam diposisikan sebagai “musuh” terutama oleh kekuatan superpower: Amerika Serikat dan sekutunya. Tentu saja bukan umat Islam secara umum, namun sekelompok kecil umat Islam yang menganut garis keras dan secara membabi-buta memusuhi non muslim. Peristiwa penyerangan gedung kembar pusat perdagangan di New York, Amerika, 11 September 2001, menjadikan dua kekuatan ini behadap-hadapan secara keras. Akibatnya, apa yang disebut ‘perang terhadap terorisme’ dilancarkan Amerika dan sekutunya dimana-mana di muka bumi ini. Yang patut digaris bawahi: dua kekuatan ini, yang liberal dan yang Islam politik garis keras, bersifat transnasional, lintas negara. Kedua-duanya menjadi ancaman serius bagi kesinambungan praktik keagamaan Aswaja di Indonesia yang moderat, toleran, seimbang dan adil itu. Gempuran kekuatan liberal menghantam sendi-sendi pertahanan nilai yang ditanamkan Aswaja selama berabad-abad dari aspeknya yang sapu bersih dan meniscayakan nilai-nilai kebebasan dalam hal apapun dengan manusia (perangkat nalarnya) sebagai pusat, dengan tanpa perlu bimbingan wahyu. Gempuran Islam politik garis keras menghilangkan watak dasar Islam (Aswaja lebih khusus lagi) yang ramah dan menyebar rahmat bagi seluruh alam semesta.
F. GENDER
“Mungkin masih ada pemikiran yang mengatakan bahwa penempatan perempuan jauh dari keluarganya tidak manusiawi. Namun jika kita memandang dari perspektif gender, sebenarnya sama saja, laki-laki pun tidak seharusnya jauh dari keluarganya. Karena baik laki-laki maupun perempuan secara bersama-sama memiliki tanggung jawab yang besar dalam membangun generasi mendatang”
Per-empu-an, demikianlah penggalan kata yang benar. Empu dengan imbuhan per-an menunjukkan kata benda yaitu seseorang yang di-empu-kan. Empu artinya mulia dan dihormati, mengasihi. Maka arti kata perempuan adalah seseorang yang dihormati dan bersifat mengasihi. Dalam rasa bahasa, kita temukan kata ‘perempuan’ memiliki kekuatan rasa bahasa yang meneduhkan.
Dua puluh satu April, merupakan salah satu hari besar nasional yang dikenal dengan sebutan “Hari Kartini”. Mengapa begitu monumentalnya seorang Raden Ajeng Kartini dalam sejarah pergerakan perempuan Indonesia?
Raden Ajeng Kartini adalah seorang perempuan bangsawan yang terbelenggu dan terjajah oleh adat dan feodalisme. Ia memberontak melalui kemerdekaan berpikirnya untuk mendapatkan kesempatan dan kesetaraan dalam pendidikan bagi kaum perempuan. Pikiran dan perasaannya itu dituangkan dalam tulisan-tulisannya yang kemudian dibukukan sebagai kumpulan surat-suratnya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Ada sebuah ungkapan “satu peluru hanya menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus ribuan bahkan jutaan kepala”. Tulisan yang menembus ribuan dan jutaan kepala itu tentu adalah tulisan yang di dalamnya tercermin energi, rasa bahasa, pesona dan daya tarik yang mengaduk-aduk pikiran dan perasaan serta imajinasi pembacanya. Di sanalah kekuatan rasa bahasa itu menunjukan siapa diri kita.
Perjuangan R.A. Kartini yang dikisahkan dalam surat-suratnya itulah yang kemudian menjadikannya tokoh perempuan Indonesia. Dan hari kelahirannya kemudian diperingati sebagai Hari Kartini.
Pada era sekarang ini, jika kita membicaraan tentang “gender” rasanya “kuno”. Pandangan itu tidak sepenuhnya salah. Karena perspektif “gender” dalam pemikiran banyak orang adalah konotasi dan simbolisasi “emansipasi wanita”, yaitu pandangan orang tentang tuntutan para perempuan akan hak-haknya untuk diperlakukan sama dengan kaum laki-laki. Padahal sebenarnya bukan seperti itu, mari kita ulas pandangan ini mulai dari sejarah munculnya isu gender.
· Sejarah Munculnya Gender
Kesetaraan perempuan dan laki-laki dimulai dengan dikumandangkannya 'emansipasi' di tahun 1950-1960-an. Setelah itu tahun 1963 muncul gerakan kaum perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB. Kesetaraan perempuan dan laki-laki diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari konferensi PBB tahun 1975, dengan tema Women In Development (WID) yang memprioritaskan pembangunan bagi perempuan yang dikembangkan dengan mengintegrasi perempuan dalam pembangunan.
Setelah itu, beberapa kali terjadi pertemuan internasional yang memperhatikan pemberdayaan perempuan. Sampai akhirnya sekitar tahun 1980-an berbagai studi menunjukkan bahwa kualitas kesetaraan lebih penting dari pada kuantitas, maka tema WID diubah menjadi Women and Development (WAD).
Tahun 1992 dan 1993, studi Anderson dan Moser memberikan rekomendasi bahwa tanpa kerelaan, kerjasama, dan keterlibatan kaum laki-laki maka program pemberdayaan perempuan tidak akan berhasil dengan baik. Dengan alasan tersebut maka dipergunakan pendekatan gender yang dikenal dengan Gender and Development (GAD) yang menekankan prinsip hubungan kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan laki-laki.
Pada tahun 2000 konferensi PBB menghasilkan 'The Millenium Development Goals' (MDGs) yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan penyakit serta menstimulasi pembangunan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan.
· Apakah Pengarusutamaan Gender (PUG)?
Gender mainstreaming (GMS) atau pengarusutamaan gender (PUG) merupakan suatu strategi yang dibangun untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Strateginya adalah dengan mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dalam kebijakan dan program pembangunan nasional, mulai dari perencanaan, penyusunan program, proses pengambilan keputusan, sampai dengan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing, sehingga dapat mencapai hasil dan dampak kesetaraan gender.
PUG merupakan perwujudan dari komitmen global penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, berkaitan dengan kesamaan kesempatan dan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan peran-peran politik, ekonomi dan sosial budaya dalam kehidupan masyarakat. Dalam relasi sosial yang setara, perempuan dan laki-laki merupakan faktor yang sama pentingnya dalam menentukan berbagai hal yang menyangkut kehidupan, baik lingkungan keluarga, bermasyarakat, maupun berbangsa dan bernegara. Sehingga tidak tepat jika PUG dikonotasikan sebagai 'emansipasi wanita' saja, karena PUG justru menghormati hak-hak kaum perempuan dan laki-laki yang memang tidak sama secara fisik dan kodrati. PUG lebih menekankan bagaimana menempatkan perspektif itu dalam berbagai peran secara optimal.
· Implementasi perspektif gender
Dengan kepedulian pada pengarusutamaan gender, beberapa tahun lalu pegawai perempuan di salah satu unit eselon I Kemenkeu yang akan dipromosikan diberitahu lebih dulu. Ia diberikan kesempatan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan dengan keluarganya tentang kemungkinan untuk mengambil kesempatan tersebut.
Menurut penulis, langkah yang dilakukan ini cukup adil dan manusiawi, sehingga seorang perempuan diberikan hak untuk 'memilih' dan 'menentukan' hidup dan karirnya. Jika mau mengambil kesempatan tersebut, maka akan ada konsekuensi lain yang perlu diperhitungkan dalam 'perjuangannya'. Memang tidak mudah, namun hidup adalah pilihan, jadi itulah konsekuensi dari sebuah pilihan.tinggal bagaimana kita memandangnya melalui 'jendela' yang lebih bersih dan luas.Terutama dalam hal keadilan gender.
Pegawai laki-laki yang sudah bertahun-tahun berpisah jauh dari keluarganya pun (baik dengan alasan yang kuat maupun yang kurang kuat), tentu menjadi 'merasa tidak adil'. Pandangan umum mengatakan, kodrat laki-laki adalah pemimpin rumah tangga sehingga kemungkinannya untuk 'diikuti' oleh keluarganya memang lebih besar. Dibandingkan perempuan yang secara kodrati adalah 'perdana menteri' dalam rumah tangga, sehingga tetaplah ia perlu berdiskusi dengan 'presidennya' apakah harus ‘berjauhan’ atau 'membawa' keluarganya dalam dinas.
Implementasi pengarusutamaan gender masih sangat luas untuk dikupas. Penggambaran persoalan promosi dan mutasi tersebut hanya untuk membuka cakrawala dan wahana bahwa banyak dimensi lain dari gender mainstreaming yang dapat kita kembangkan.
· Kualitas kesetaraan gender
Telah dibuktikan dalam banyak studi bahwa kualitas kesetaraan lebih penting daripada kuantitas. Hal ini tentunya akan menjadi pemikiran kita bersama. Semoga pada waktu-waktu mendatang pengarusutamaan gender tidak lagi dipandang sebagai 'emansipasi wanita'. Akan tetapi harus lebih mengedepankan sebuah penataan kelembagaan mulai dari perencanaan kebijakan, pengambilan keputusan dan penerapan manajemen yang berpihak pada kesetaraan gender. Mengutamakan hak-hak asasi baik laki-laki maupun perempuan sesuai kodrat dan tanggung jawabnya.
Pada era sekarang ini, banyak institusi mulai merasakan bahwa kepemimpinan yang melayani (servant leadership) dapat memberikan hasil yang optimal bagi organisasi. Mungkin opini penulis dapat menggerakkan berbagai pihak membuat penelitian, apakah perempuan dapat mewakili servant leadership tersebut? Jiwa melayani memang bukan mutlak milik perempuan. Namun pemimpin perempuan yang kuat, biasanya memiliki sensitifitas dan naluri “ibu” yang mampu menjadi katalisator dan penggerak bagi lingkungannya untuk berubah menjadi lebih baik. Dengan kata lain, perempuan memiliki kekuatan untuk menjadi agen-agen perubahan.
G. NILAI DASAR PERGERAKAN (NDP) PMII
· Nilai Dasar Pergerakan (NDP); Antara Dialektika dan Integrasi Gerakan
Kita mungkin masih ingat dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang kira-kira artinya: “Perbedaan di antara umatku adalah Rahmat”, perbedaan yang dapat dipahami sebagai sebuah ragam pemikiran yang akan terjadi nanti setelah beliau wafat. Mungkin kita juga masih mengingat bahwa suatu saat beliau pernah bersabda ”Kalian semua lebih mengerti urusan kalian”, sebuah statement yang keluar karena kecerobohan dirinya yang menyuruh seorang petani kurma untuk menyilangkan pohonnya sehingga hasil yang didapatkan tidak sebagus yang diinginkan.Dengan fenomena seperti itu, tentunya Islam sudah menjadi agama yang berkembang dengan beragam pemikiran baik dalam hal profan atau sakral. Perkembangan peradaban yang tiada tara dan menjadi sebuah aset penting bagi generasi berikutnya. Tetapi, mengapa justru saat ini umat Islam mengalami degradasi pengetahuan. Kebodohan dan pembodohan terus merajalela sehingga Islam kini identik sebagai agama orang-orang yang bodoh dan miskin.
Zaman renaissance(kebangkitan) di barat, tepatnya kemunculan langit kebodohan yang kelam itu. Masa dimana justru orang-orang barat yang notabene beragama Kristen terlepas dari kejamnya belenggu agamawan yang menguras habis seluruh pemikiran brilian di zaman abad pertengahan. Sebut saja, Nicolaus Copernicus yang harus mati dipenggal karena menentang dogmatisme agama saat itu yang mengatakan tentang bumi sebagai pusat alam semesta dan yang lain berputar mengitari bumi serta mengatakan bahwa bumi ini berbentuk datar sehingga bumi ini jika ditelusuri maka pasti ditemukan ujungnya. Seperti itulah gambaran umat Islam saat ini. Gambaran yang sudah terjadi ratusan tahun silam di barat. Fenomena seperti itu datang menyerang umat Islam saat ini dan muncul berawal dari buku karya Al-Ghazali yang berjudul Tahafudh al-Falasifah, buku yang mengupas habis seluruh pemikirannya yang skeptis terhadap pemikiran filsafat yang notabenenya memang spekulatif, walaupun banyak filsuf lain menduga ia telah kehilangan konsistensi pemikiran karena sebelumnya selama dua tahun ia belajar filsafat dan menulis buku berjudul Al-Maqasid al-Falasifah yang justru memuji pemikiran filsafat yang kritis.
Sejak itulah umat Islam menganggap bahwa pintu ijtihad telah tertutup dan pemikiran ulama zaman dahulu adalah hal yang final dan tidak perlu ditelaah kembali. Pengkultusan terhadap seseorang membuat semua kejayaan masa lalu musnah tak tersisa, yang ada hanyalah kebodohan dan pembodohan massal dan tidak tahu kapan berakhirnya.
Fenomena di atas cukup sebagai pembelajaran bagi kita, generasi muda umat Islam, agar tidak terjadi lagi untuk ke sekian kalinya. Cukup lama sudah kita terbelenggu oleh jahatnya pembodohan, kini saatnya kita mulai berfikir kritis, apalagi jika kita adalah seorang kader organisasi pergerakan yang sejatinya terus begeliat mencari makna. Dengan berpikir melalui paradigma kritis-transformatif, kita akan terus berfikir bebas tanpa rasa takut akan kehilangan esensi ke-Tauhid-an, karena di sini kita dituntut untuk berfikir free from dan free for (bebas dari dan bebas untuk) tanpa melupakan bahwa harus ada keharmonisan hubungan antara manusia dengan Allah dan alam, karena tanpa keharmonisan hubungan antara manusia, Allah dan alam, apalah artinya seorang manusia.
Lebih lanjut, kita juga dituntut untuk berpikir dengan melihat demarkasi (garis pemisah) yang tegas antara wilayah profan (keduniaan) dan sakral (keagamaan), sehingga tidak ada lagi sekularisme (ateisme, tanpa Tuhan) dalam berpikir, yang ada adalah sekularisasi (proses berpikir dengan batas demarkasi antara wilayah profan dan sakral).
· Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII
Senantiasa memohon dan menjadikan Allah SWT sebagai sumber segala kebenaran dan tujuan hidup. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia berusaha menggali nilai-nilai ideal-moral, lahir dari pengalaman dan keberpihakan insan warga pergerakan dalam bentuk rumusan-rumusan yang diberi nama Nilai dasar Pergerakan (NDP) PMII. hal ini dibutuhkan untuk memberi kerangka, arti motivasi pergerakan dan sekaligus memberikan legitimasi dan memperjelas terhadap apa saja yang akan dan harus dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan sesuai dengan maksud didirikannya organisasi ini.
NDP adalah tali pengikat (kalimatun sawa) yang mempertemukan semua warga pergerakan dalam ranah dan semangat perjuangan yang sama. Seluruh warga PMII harus memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara personal atau secara bersama-sama, dalam medan perjuangan sosial yang lebih luas dengan melakukan keberpihakan nyata melawan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kekerasan, dan tindakan-tindakan negatif lainnya. NDP ini, dengan demikian senantiasa memiliki kepedulian sosial yang tinggi (faqih fi mashalih al-kahliq fi ad-dunya atau faham dan peka terhadap kemaslahaatan mahluk dunia).
· Arti, fungsi dan kedudukan NDP
Arti
Nilai-nilai Dasar Pergerakan adalah nilai-nilai yang secara mendasar merupakan sublimasi nilai-nilai ke-Islaman (kemerdekaan/tawasuth/al-hurriyah,persamaan/tawazun/al-musawa,keadilan/ta’adul,toleran/tasamuh).
Dan ke Indonesia-an (keberagaman suku, agama dan ras; beribu pulau; persilangan budaya) dengan kerangka pemahaman Ahlusunnah wal Jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah, mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari, memberi spirit dan élan vital pergerakan yang meliputi cakupan Iman, Islam, Ihsan dalam upaya memperoleh kesejahteraan hidup didunia dan akhirat.
Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan Ahlusunnah wal Jama’ah sebagai manhaj al-fikr sekaligus manhaj al-taghayyur al-ijtima’i (perubahan sosial) untuk mendekontruksi sekaligus merekontruksi bentuk-bentuk pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran agama toleran, humanis, anti kekerasan dan kritis transformatif.
Fungsi
A. Kerangka Refleksi (landasan berpikir)
Sebagai kerangka refleksi, NDP bergerak dalam pertarungan ide-ide, paradigma, nilai-nilai yang akan memperkuat nilai-nilai yang akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran ideal. Ideal-ideal itu menjadi sesuatu yang mengikat, absolut, total, universal berlaku menembus keberbagaian ruang dan waktu (muhkamat, qoth’i). Karenanya, kerangka refleksi ini menjadi moralitas sekaligus tujuan absolut dalam mendulang capaian-capaian nilai seperti kebenaran, keadilan, kemerdekaan, kemanusiaan, dll.
B. Kerangka Aksi (landasan berpijak)
Sebagai kerangka aksi, NDP bergerak dalam pertarungan aksi, kerja-kerja nyata, aktualisasi diri, pembelajaran sosial yang akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran faktual. Kebenaran faktual itu senantiasa bersentuhan dengan pengalaman historis, ruang dan waktu yang berbeda-beda dan berubah-ubah, kerangka ini memungkinkan warga pergerakan menguli, memperkuat atau bahkan memperbaharui rumusan-rumusan kebenaran dengan historisitas atau dinamika sosial yang senantiasa berubah (mutasyabihat, dzanni).
C. Kerangka Ideologis (sumber motivasi)
Menjadi satu rumusan yang mampu memberikan proses ideologisasi di setiap kader secara bersama-sama, sekaligus memberikan dialektika antara konsep dan realita yang mendorong proses kreatif di internal kader secara menyeluruh dalam proses perubahan sosial yang diangankan secara bersama-sama secara terorganisir.
Menjadi pijakan atau landasan bagi pola pikir dan tindakan kader sebagai insan pergerakan yang aktif terlibat menggagas dan proaktif memperjuangkan perubahan sosial yang memberi tempat bagi demokratisasi dan penghargaan terhadap HAM.
Kedudukan
A.NDP menjadi sumber kekuatan ideal-moral dari aktivis pergerakan.
B.NDP menjadi pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap dan bertindak dalam aktivitas pergerakan.
A.NDP menjadi sumber kekuatan ideal-moral dari aktivis pergerakan.
B.NDP menjadi pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap dan bertindak dalam aktivitas pergerakan.
· Rumusan Nilai-Nilai Dasar Pergerakan
Tauhid
Mengesakan Allah SWT. Merupakan nilai paling asasi dalam agama samawi, didalamnya telah terkandung sejak awal tentang keberadaan manusia.
- Pertama, Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat dan perbuatan-perbuatanNya. Allah adalah dzat yang fungsional.
- Kedua, Keyakinan seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari alam semesta, serta merupakan manifestasi kesadaran dan keyakinan kepada ghaib.
- Ketiga, Oleh karena itu tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memandu dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan dan perwujudan lewat perbuatan.
Maka, konsekuensinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia harus mampu melarutkan dan meneteskan nilai-nilai tauhid dalam berbagai kehidupan serta tersosialisasikan hingga merambah sekelilingnya. Hal ini dibuktikan dengan pemisahan yang tegas antara hal-hal yang profan dan sakral.
Hubungan Manusia Dengan Allah
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia dihadapan ciptaan-Nya yang lain. Kedudukan pemberian daya pikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsinya sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah, manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentuannya. Untuk itu manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah.
Hubungan Manusia Dengan Manusia
Tidak ada yang lebih antara yang satu dengan lainnya, kecuali ketaqwaannya. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya, tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya. Karena kesadaran ini, manusia harus saling menolong, saling menghormati, bekerjasama, menasehati dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudaraan antar insan pergerakan, persaudaraan sesama umat Islam, persaudaran sesama warga Negara dan persaudaraan sesama umat manusia. Perilaku persaudaraan ini harus menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapat memberikan manfaat maksimal untuk diri dan lingkungannya.
Hubungan Manusia Dengan Alam
Alam semesta adalah ciptaan Allah. Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya. Alam juga menunjukkan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. Berarti juga nilai tauhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan manusia. Namun Allah menundukkan alam bagi manusia dan bukan sebaliknya. Jika sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam, bukan penghambaan kepada Allah. Allah mendudukkan manusia sebagai khalifah, sudah sepantasnya manusia menjadikan bumi maupun alam sebagai wahana dalam bertauhid dan menegaskan keberadaan dirinya, bukan menjadikannya sebagai obyek eksploitasi.
Salah satu dari hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia. Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan dan hukum tersendiri. Alam didayagunakan dengan tidak mengesampingkan aspek pelestariannya.
Nilai-nilai Dasar Pergerakan (NDP) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang dipergunakan sebagai landasan teologis, normative dan etis dalam pola piker dan perilaku warga PMII, baik secara perorangan maupun bersama-sama. Dengan ini dasar-dasar tersebut ditujukan untuk mewujudkan pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah, berbudi luhur, berilmu cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya serta komitmen atas cita-cita kemerdekaan rakyat Indonesia, Sosok yang dituju adalah adalah sosok insane kamil Indonesia yang kritis, inovatif dan transformative yang sadar akan posisi dan perannya sebagai khalifah dimuka bumi
H. KEORGANISASIAN
· Pengertian Organisasi
Organisasi merupakan suatu wadah tempat berkumpulnya orang-orang (manusia) yang memiliki minat, bakat, tujuan atau cita-cita yang sama. Unsur-unsur utama yang terkait, dan akan mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh keberadaan organisasi adalah (4 M) :
A. Man (Manusia)
B. Methode (Sistem)
C. Money (Dana)
D. Material (Bahan)
A. Man (Manusia)
Manusia adalah subjek, predikat maupun objek dari kegiatan suatu organisasi. Manusia merupakan sumber daya penting yang menjadi asset organisasi, sebagai sumber inspirasi, pelaku yang bergerak sesuai sistem atau komitmen organisasi, yang akhirnya akan menghasilkan produksi berupa karya atau sumberdaya manusia sesuai dengan tujuan organisasi.
B. Method (Sistem)
Sistem adalah mesin yang mengerakkan, mengatur, dan mengorganisir hubungan antar manusia atau komponen yang terlibat di organisasi untuk mencapai hasil yang diharapkan.
C. Money (Dana)
Dana merupakan bahan bakar untuk menggerakkan organisasi, terkadang “money” juga menjadi motivasi untuk menggerakan soft skills yang ada diorganisasi, meskipun ada yang punya idealisme bahwa “uang bukan segalanya” tapi untuk memenuhi beberapa keperluan yang di anggarkan, uang sangat diperlukan, dan penggunaan uang sesuai atau diluar anggaran ini harus dapat dipertanggungjawabkan.
D. Material (bahan)
Material atau bahan adalah hal yang dibutuhkan oleh organisasi bisa berbentuk fisik (benda) seperti gedung kesekretariatan dan perlengkapannya atau alat-alat dan sarana yang dibutuhkan untuk suatu event (kegiatan). Material yang dibutuhkan organisasi bisa juga berupa non-fisik seperti cita-cita yang sama, semangat, hobi, minat dan bakat anggota yang sama. Contohnya hobi mendaki gunung, menelusuri rimba, mengarungi jeram, sepak bola, basket, karate, riset keilmuan, dan pengembangan kreatifitas bidang kerja, seperti: pemprograman komputer, web design, multimedia, network dan lain-lain. Sehingga bahan yang dibutuhkan organisasi bisa berbentuk kantor, lapangan olah raga, alam pegunungan, laboratorium, koneksi internet, perlengkapan computer atau yang lainnya dapat dipergunakan dan membantu Organizing system dalam organisasi.
· Fungsi Organisasi
Dalam mencapai maksud dan tujuan organisasi, ada 4 fungsi organisasi yang sangat perlu diperhatikan berkaitan dengan manajemen organisasi, yakni:
A. Planning (perencanaan)
B. Organizing (pengaturan)
C. Accounting (pelaporan)
D. Controling (pengawasan)
A. Planning (perencanaan)
Hal yang berkaitan dengan perencanaan dalam organisasi diantaranya adalah rencana-rencana yang ingin disusun oleh pengelola organisasi, seperti rencana kerja atau kegiatan serta anggaran yang diperlukan, teknis pelaksanaannya bisa melalui rapat-rapat, seperti:
1. Rapat Kerja (pengurus organisasi) yang membicarakan rencana-rencana kerja pengurus serta kegiatan anggota yang akan dilakukan dengan satu atau lebih dari target yang akan dicapai. Semisal rapat panitia pelaksana kegiatan untuk mempersiapkan kegiatan yang akan dilaksanakan(organizing committee) dengan team pemantau (steering committee)
2. Rapat Anggaran, untuk menentukan berapa jumlah anggaran yang diperlukan untuk mendukung kerja organisasi atau untuk suatu event / kegiatan (wujudnya daftar RKA) atau proposal kegiatan.
B. Organizing (pengaturan)
Dalam hal pengaturan, unsur yang perlu diperhatikan & diwujudkan adalah :
1. Struktur Organisasi yang mampu menunjukkan bagaimana hubungan (relationship) antara organisasi/bagian/seksi yang satu dengan yang lain.
2. Job Description yang jelas yang mampu menjelaskan tugas masing-masing bagian/seksi.
3. Bentuk Koordinasi antar bagian dalam organisasi (misalnya ; Rapat Koordinasi antar bagian, atau rapat konsolidasi di akhir kepengurusan, dll)
4. Penataan dan Pendataan Arsip & Inventaris Organisasi Harus diatur dan ditata dengan baik sesuai administrasi organisasi, seperti surat masuk, surat keluar, laporan-laporan, proposal keluar, data anggota, AD/ART, GBHK, presensi, hasil rapat, inventarisasi yang dimiliki, perangkat yang dipinjam dll. Siapapun orang yang memerlukan data-data atau perlengkapan, maka ia akan mudah menemukan, apakah yang tersimpan dalam bentuk file-file di komputer atau yang berada ditempat/ lemari penyimpanan berkas-berkas. Segala bentuk surat menyurat tercatat dan terdokumentasi, segala perangkat yang dimiliki dan dipergunakan terdata, kapan dibeli, siapa yang mempergunakan saat ini, bila ada kerusakan siapa yang bertanggungjawab untuk memperbaiki atau bila dipinjam kapan harus dikembalikan dll.
C. Accounting (pelaporan)
Pelaporan merupakan unsur wajib yang harus dilakukan untuk menunjukkan sikap & rasa tanggung jawab dari pengurus kepada anggotanya ataupun kepada struktur yang berada diatasnya. Wujud kongkritnya adalah :
1. Progress Report (Laporan Pengembangan Kegiatan)
Progress Report biasanya berbentuk laporan praktis organisasi kepada anggota atau struktur diatasnya bila diminta, terkadang bisa berbentuk lisan (pembicaraan antar pimpinan dengan pimpinan atau dengan anggota). Sebaiknya Progress Report ini dapat ditampilkan dalam bentuk laporan berbentuk tabel / matrix yang bisa dilihat orang setiap saat (contoh terlampir), biasanya kegiatan masih berlangsung ketika progress report disampaikan.
2. Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Kegiatan adalah Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) adalah laporan lengkap dari sebuah atau beberapa kegiatan yang telah selesai dilaksanakan organisasi, biasanya merupakan laporan hasil evaluasi dan anggaran yang dipergunakan.
D. Controling (pengawasan)
Tugas organisasi ataupun pimpinan organisasi yang tidak boleh terlewatkan adalah melakukan pengawasan terhadap aktifitas organisasi ataupun realisasi kegiatan dan penggunaan anggaran. Agar tugas / tanggung jawab pengawasan dapat dilaksanakan dengan pertimbangan efektifitas dan efesiensi waktu maupun dana, maka dapat dipertimbangkan faktor-faktor sbb :
1. Pembagian Tugas Pengawasan
2. Pendelegasian Wewenang
3. Pembuatan Rencana Kegiatan dan Anggaran serta Realisasi Kegiatan dan Anggaran (RKA)
4. Pembukuan / dokumentasi atau kearsipan
· Kegiatan Organisasi Kemahasiswaan
Keberadaan sebuah organisasi kemahasiswaan biasanya sesuai dengan visi dan misi Perguruan Tinggi(intra kampus) atau yang bersangkutan atau berdasarkan ideology dan cultur yang menaungi semisal PMII (ekstra kampus) dimaksudkan atas keterbukaan manajemen lembaga untuk menampung dan menyalurkan aspirasi, minat dan bakat mahasiswanya. Beberapa hal yang perlu dilakukan atau dimiliki suatu organisasi adalah:
a. Strukt ur Organisasi
Sebuah bagan yang dapat menjelaskan tentang kedudukan masing-masing pengurus serta hubungan antar bagian dalam organisasi.Sangat diperlukan untuk menunjukkan susunan kepengurusan dan hubungan antar seksi/bagian yang dipahami oleh anggota organisasi ataupun pihak luar. Sebaiknya terdapat pada dinding sekretariat dan disertakan pada proposal pemberitahuan keberadaan organisasi.
b. Job Description
Selaku pengurus organisasi apalagi ketua organisasi, sudah selayaknya mengetahui fungsi dan tugas masing-masing seksi/bagian yang berada dibawah koordinasinya, serta diharapkan mampu memberi penjelasan akan tugas-tugas tersebut kepada masing-masing personil yang menerima tanggung jawab tersebut. Tiap-tiap anggota atau pengurus organisasi perlu memahami sebenar-benarnya akan tugas dan bagaimana pertanggung jawabannya kepada ketua serta bagaimana koordinasinya dengan bagian/seksi yang lain.
c. Rapat Kerja
Masing-masing organisasi perlu mengadakan raker sekurang-kurangnya 1 x dalam setahun, namun yang efektif adalah 2 x setahun (per semester). Dalam raker masing masing bagian/seksi mengajukan rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan.Kemudian kumpulan rencana kerja tersebut digabungkan
untuk dijadikan rencana kegiatan organisasi dan perencanaan penggunaan anggaran yang kemudian
dijadikan rujukan untuk pengajuan permohonan anggaran dalam bentuk “project proposal”.
d. Rapat Koordinasi
Sebelum melakukan suatu event/kegiatan suatu organisasi sangat perlu mengajak semua pihak yang terkait untuk membicarakan bagaimana teknik koordinasi antar bagian agar kegiatan yang akan digelar dapat terlaksana sesuai harapan. Terkadang organisasi/pihak lain diluar organisasi pelaksana perlu diajak/diberitahu tentang kegiatan tersebut untuk meningkatkan hubungan baik antar sesama organisasi. Organisasi PMII dalam hal ini sebagai organisasi ekstra kampus maka dalam structural pengurus Komisariat adalah tertinggi maka perlu meng-koordinasikan rencana kegiatan kepada kordinator yang ada di SMALL GROUP mauppun rayon agar :
Meningkatkan komunikasi dan kebersamaan organisasi
Tidak saling berbenturan antar sesama organisasi dan dapat mengkoordinir bila ada kesamaan bentuk kegiatan serta waktu kegiatan
e. Rapat Eval uasi
Setelah organisasi mengadakan suatu kegiatan, maka sebaiknya dilakukan evaluasi (penilaian oleh diri sendiri/pengurus organisasi) terhadap kegiatan tersebut, selambat-lambatnya 1 bulan setelah kegiatan (waktu yang paling baik adalah 1 minggu setelah kegiatan atau evaluasi temporal kegiatan yang kondisional). Pada rapat evaluasi ini diharapkan bisa memunculkan hal-hal kekurangan/kecurangan yang dilakukan sehingga bisa mengkoreksi diri untuk tidak melakukan hal tersebut kembali. Hasilnya tertuang dalam progress report, maupun rujukan untuk LPJ.
f. Pertemuan Pimpinan Or ganisasi
Para pimpinan organisasi sesekali perlu melakukan pertemuan “gathering” (pembicaraan resmi dengan gaya santai) untuk menjalin hubungan baik antar pimpinan/organisasi dan bisa menjembatani penyelesaian masalah-masalah yang timbul antar organisasi. Terkadang untuk sebuah event yang dilaksanakan suatu organisasi, perlu diundang pimpinan organisasi lain agar terjadi hubungan baik antar organisasi.
· Visi dan misi dalam organisasi
Visi adalah tujuan (cita-cita) yang ingin dicapai dalam organisasi. Sesuai dengan pengertian organisasi yang pasti memiliki sebuah tujan dan keinginan yang sama. Maka secara umum tujuan dalam organisasi biasanya dicantumkan dalam visi organisasi tersebut.
Misi itu adalah upaya atau langkah-langkah strategis kita yang disusun untuk mencapai visi yang kita tetapkan dengan arti mudah misi adalah metode yang digunakan untuk mencapai terhadap tujuan yang ada. Jadi kongkritnya visi dan misi tidak boleh terpisah dan berlawanan, visi dulu ditetapkan dan setelahnya misi yang dilakukan untuk mencapai visi tersebut.
· Manajemen Organisasi sebagai Ilmu dan Seni
1. Manajemen sebagai ilmu
Ø Berasumsi bahwa permasalahan dalam organisasi dapat didekati dengan cara masuk akal, logis, objektif, dan jalan yang sistematis.
Ø Diperlukan teknis, diagnostik, dan ketrampilan-ketrampilan pengambilan keputusan dan teknik-teknik untuk memecahkan permasalahan.
2. Manajemen sebagai seni
Ø Keputusan-keputusan dibuat dan memecahkan permasalahan melalui suatu bauran atau campuran intuisi, pengalaman, naluri; bakat, dan pengertian pribadi yang mendalam.
Ø Diperlukan konseptual, komunikasi, hubungan antar pribadi, dan ketrampilan-ketrampilan manajemen waktu untuk memenuhi tugas-tugas berhubungan dengan aktivitas managerial.
3. Peran-Peran Manajemen
1. Peranan Hubungan Manusiawi (Interpersonal Roles)
2. Peranan Informasi (Informational Roles)
3. Peranan Pengambil Keputusan (Decision Roles)
· Memahami Insan Organisatoris yang Sukses
Menjadi manajer memperhatikan:
Ø Pendidikan
Ø Pengalaman
Ø Visi
Ø Etika
Ø Dimensi International
Pendidikan
• Pendidikan formal, disamping menawarkan gelar, prestasi seorang pengurus dalam organisasi juga diperlukan untuk menawarkan metode belajar yang lebih sistematis dan cakap.
Pengalaman
• Melalui pengalaman yang panjang, wawasan, cakrawala berpikir yang pernah dilalui dalam berorganisasi serta ketrampilan manajerial bisa terbentuk, dan bisa jadi lebih baik dibandingkan dengan sekedar membaca buku manajemen untuk bekal berorganisasi
Visi
• Merupakan kemampuan melihat masa depan (jangka panjang) dalam hal organisasi dan bagaimana mencapai tujuan tersebut. Insan yang organisatoris dituntut untuk memiliki prospek yang cakap mengenai arah organisasi akan dijalankan.
Etika
• Harus dipahami bahwa Etika insan organisatoris sangat bepengaruh terhadpap insan nonorganisatoris apabila dipandang secara fungsi dan manfaat organisasi dapat mengorganisir interaksi dalam organisasi baik individu maupun secara divisi structural(kelompok). Dapat pula menyadarkan pengurus lebih-lebih pimpinan bahwa tindakan/etika yang dilakukan harus serba hati-hati dan mempunyai efek terhadap banyak pihak.
Dimensi International
• Go-international merupakan salah satu pilihan strategis organisasi yang ingin terus berkembang
dan maju menuju manusia dan organisasi yang lebih terampil,terdepan, terpandang dan memiliki eksistensi serta kontribusi jelas terhadap negara khususnya, dunia dan agama lebih umummnya.
I. Mahasiswa
· Pengertian
1. Mahasiswa
Dalam PP no. 60 tahun 1999 dijelaskan tentang mahasiswa sebagai berikut: Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu. Dalam pelaksanaan tugas pengembangan kemahasiswaan seharihari diperguruan tinggi, ruang lingkup tugas pembimbing kemahasiswaan dibatasi pada jenjang D3 (S0) dan S1
Berdasarkan titik tolak tersebut, maka sasaran umum pemberdayaan mahasiswa di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi:
A. Sasaran Umum
1. Jiwa Pancasila : Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur, berwawasan kebangsaan yang luas, terbuka dan mampu bermusyawarah serta memiliki tanggung jawab yang tinggi.
2. Kepemimpinan : Pengembangan diri melalui organisasi, kegiatan komunikasi, latihan manajemen yang terarah.
3. Dedikasi dan kepeloporan dalam pembangunan :Pengembangan diri melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif serta inovatif, juga produktif untuk pengamalan danpengembangan ilmu pengetahuan, seni dan teknologi bagi pembangunan masyarakat, bangsa dan negara.
4. Ketahanan fisik dan mental : Diperlukan kesehatan,ketahanan fisik dan mental untuk menghadapi tantanganhidup, berkepribadian mantap, memiliki tanggungjawab
serta disiplin yang tinggi untuk mendukung ketahananperguruan tinggi dan ketahanan nasional.
B. Sasaran Khusus
1. Sikap Ilmiah
a. Hasrat ingin tau, belajar tak kenal batas usia dan waktu
b. Daya analisis yang tajam
c. Kejujuran
d. Rasa tanggung jawab yang tinggi
e. Keterbukaan terhadap hal baru, pendapat yang berbeda namun tetap kritis
f. Sikap bebas dari prasangka
g. Orientasi masa depan
h. Sikap menghargai nilai, norma atau kaidah budaya dan agama serta tradisi keilmuan.
2. Sikap keahlian atau profesional
a. Keinginan untuk mencapai pengetahuan yang lebih tinggi
b. Kemandirian dan kemahiran sesuai minat ilmu, bakat, kemampuan serta arah profesinya.
c. Etika profesi yang tinggi
d. Kesejawatan yang tinggi
· Sumpah Mahasiswa
Sumpah mahasiswa Indonesia…………………………
kami mahasiswa Indonesia bersumpah……………….
Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan
kami mahasiswa Indonesia bersumpah………………
Berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan
kami mahasiswa Indonesia bersumpah………………
Berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan
· Lagu-Lagu Mahasiswa dan Ke-PMII-an
MARS PMII
Inilah kami wahai Indonesia
Satu barisan dan satu cita
Pembela Bangsa penegak agama
Tangan terkepal dan maju kemuka…
Habislah sudah masa yang suram
Selesai sudah derita yang lama
Bangsa yang jaya Islam yang benar,
bangun serentak dari bumiku subur.
Reff
Denganmu PMII Pergerakanku
Ilmu dan bakti kuberikan
Adil dan makmur ku perjuangkan
Untukmu satu Tanah airku,
untukmu satu keyakinanku
Inilah kami wahai Indonesia
Satu angkatan dan satu jiwa
Putera Bangsa bebas merdeka
Tangan terkepal dan maju kemuka….
Kembali Reff..
PMII BERJUANG
Berjuanglah PMII berjuang
Marilah kita bina persatuan 2x
Hancur leburkanlah angkara murka
Perkokohlah barisan kita..(all twice)
Siiiap!!!
Sinar api Islam kini menyala …
Tekat bulat jihat kita membara 2x
Berjuanglah PMII berjuang
Menegakkan kalimat tuhan (all twice)
TOTALITAS PERJUANGAN
Kepada para mahasiswa
Yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan
Dipersimpangan jalan
Kepada pewaris peradaban
Yang telah menggoreskan
Sebuah catatan kebanggaan
Dilembar sejarah manusia
Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun kejalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negri tercinta
DARAH JUANG
Disini Negeri kami,
tempat padi terhampar.
samudranya kaya raya,
negeri kami subur tua.
Di Negeri permai ini
berjuta rakyat bersimba luka.
Anak kurus tak sekolah
Pemuda desa tak kerja.
reef ;
Mereka dirampas haknya,
tergusur dan lapar.
Bunda relakan darah juang kami untuk membebeskan rakyat.
Mereka dirampas haknya
tergusur dan lapar.
Bunda relakan darah juang kami
padamu kami berjanji.
2X
BURUH TANI
Buruh tani mahasiswa rakyat miskin kota
Bersatu padu rebut demokrasi
Gegap gempita dalam satu suara
Demi tugas suci yang mulia
Hari-hari esok adalah milik kita
Terciptanya masyarakat sejahtera
Terbentuknya tatanan masyarakat
Indonesia baru tanpa orba
Marilah kawan mari kita kabarkan
Ditangan kita tergenggam arah bangsa
Marilah kawan mari kita nyanyikan
Sebuah lagu tentang pembebasan
Dibawah kuasa tirani
Ku susuri garis jalan ini
Berjuta kali turun aksi
Bagiku satu langkah pasti
Mars GUNTUR
Negara kita Negara Indonesia
Kita berjuang untuk agama dan bangsa
Tumpahkan darah untukmu Indonesia
Semangat berjuang itu kewajiban kita
Reff…
Negara kita kaya
Negara pancasila
Kita harus menjaga
Masa depan Indonesia
Singsingkan lengan
Tangan terkepal
Bangkitlah wahai tunas bangsa
Raihlah kejayaan semestinya
Siiiiiaapp..!!!
J. ANALISIS SOSIAL(ANSOS)
· Pengertian Ansos
Analisis sosial merupakan usaha untuk menganalisis sesuatu keadaan atau masalah sosial secara objektif. Analisis sosial diarahkan untuk memperoleh gambaran lengkap mengenai situasi sosial dengan menelaah kaitan-kaitan histories, structural dan konsekuensi masalah. Analisis sosial akan mempelajari struktur sosial, mendalami fenomena-fenomena sosial, kaitan-kaitan aspek politik, ekonomi, budaya dan agama. Sehingga akan diketahui sejauh mana terjadi perubahan sosial, bagaimana institusi sosial yang menyebabkan masalah-masalah sosial, dan juga dampak sosial yang muncul akibat masalah sosial.
· Ruang lingkup ansos
Pada dasarnya semua realitas sosial dapat dianalisis, namun dalam konteks transformasi sosial, maka paling tidak objek analisa sosial harus relevan dengan target perubahan sosial yang direncanakan yang sesuai dengan visi atau misi organisasi. Secara umum objek sosial yang dapat di analisis antara lain;
1. Masalah-masalah sosial, seperti ; kemiskinan, pelacuran, pengangguran, kriminilitas
2. Sistem sosial seperti : tradisi, usaha kecil atau menengah, sistem pemerintahan, sitem pertanian
3. Lembaga-lembaga sosial seperti : sekolah layanan rumah sakit, lembaga pedesaan.
4. Kebijakan publik seperti : dampak kebijakan BBM, dampak perlakuan sebuah UU, dll.
· Pentingnya teori sosial
Teori dan fakta berjalan secara simultan, teori sosial merupakan refleksi dari fakta sosial, sementara fakta sosial akan mudah di analisis melalui teori-teori sosial. Teori sosial melibatkan isu-isu mencakup filsafat, untuk memberikan konsepsi-konsepsi hakekat aktifitas sosial dan prilaku manusia yang ditempatkan dalam realitas empiris. Charles lemert (1993) dalam Social Theory; The Multicultural And Classic Readings menyatakan bahwa teori sosial memang merupakan basis dan pijakan teknis untuk bisa survive.
Teori sosial merupakan refleksi dari sebuah pandangan dunia tertentu yang berakar pada positivisme. Menurut Anthony Giddens secara filosofis terdapat dua macam analisis sosial, pertama, analisis intitusional, yaitu ansos yang menekan pada keterampilan dan kesetaraan actor yang memperlakukan institusi sebagai sumber daya dan aturan yang di produksi terus-menerus. Kedua, analisis perilaku strategis, adalah ansos yang memberikan penekanan institusi sebagai sesuatu yang diproduksi secara sosial.
· Langkah-Langkah Ansos
Proses analisis sosial meliputi beberapa tahap antara lain:
A. Memilih dan menentukan objek analisis
Pemilihan sasaran masalah harus berdasarkan pada pertimbangan rasional dalam arti realitas yang dianalsis merupakan masalah yang memiliki signifikansi sosial dan sesuai dengan visi atau misi organisasi.
B. Pengumpulan data atau informasi penunjang
Untuk dapat menganalisis masalah secara utuh, maka perlu didukung dengan data dan informasi penunjang yang lengkap dan relevan, baik melalui dokumen media massa, kegiatan observasi maupun investigasi langsung dilapangan. Re-cek data atau informasi mutlak dilakukan untuk menguji validitas data.
C. Identifikasi dan analisis masalah
Merupaka tahap menganalisis objek berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Pemetaan beberapa variable, seperti keterkaitan aspek politik, ekonomi, budaya dan agama dilakukan pada tahap ini. Melalui analisis secara komphrehensif diharapkan dapat memahami subtansi masalah dan menemukan saling keterkaitan antara aspek.
D. Mengembangkan presepsi
Setelah di identifikasi berbagai aspek yang mempengaruhi atau terlibat dalam masalah, selanjutnya dikembangkan presepsi atas masalah sesuai cara pandang yang objektif. pada tahap ini akan muncul beberapa kemungkinan implikasi konsekuensi dari objek masalah, serta pengembangan beberapa alternative sebagai kerangka tindak lanjut.
E. Menarik kesimpulan
Pada tahap ini telah diperoleh kesimpulan tentang; akar masalah, pihak mana saja yang terlibat, pihak yang diuntungkan dan dirugikan, akibat yang dimunculkan secara politik, sosial dan ekonomi serta paradigma tindakan yang bisa dilakukan untuk proses perubahan sosial.
· Peranan Ansos Dalam Strategi Gerakan PMII
Ingat, paradigma gerakan PMII adalah kritis transformatif, artinya PMII dituntut peka dan mampu membaca realitas sosial secara objektif (kritis), sekaligus terlibat aktif dalam aksi perubahan sosial (transformatif). Transformasi sosial yang dilakukan PMII akan berjalan secara efektif jika kader PMII memiliki kesadaran kritis dalam melihat realitas sosial. Kesadaran kritis akan muncul apabila dilandasi dengan cara pandangan luas terhadap realitas sosial. Untuk dapat melakukan pembacaan sosial secara kritis, mutlak diperlakukan kemampuan analisis sosial secara baik. Artinya, strategi gerakan PMII dengan paradigma kritis transformatif akan dapat terlaksana secara efektif apabila ditopang dengan kematangan dalam analisis sosial (ANSOS).
K. REKAYASA SOSIAL
· Sebuah kasus awal
Mulanya biasa saja. Sebuah masyarakat di daerah terpencil pinggiran hutan di Kalimantan adalah komunitas adat yang setia terhadap warisan tradisi leluhur. Pemahaman mereka atas hutan, pohon dan tanah masih bersifat sakral dan berdimensikan transendental. Tapi sejak upaya modernisasi dari negara melalui proyek pembangunan dengan program transmigrasi, pengembangan kawasan desa hutan, pariwisata, dan apapun namanya, daerah tersebut mulai terbuka bagi masuknya arus masyarakat dari luar komunitas adat, tak terkecuali masuknya Media Televisi melalui antena parabola.
Keterbukaan masyarakat adat tersebut mulai terlihat dengan persentuhan dengan masyarakat luar yang juga membawa serta bentuk-bentuk kebudayaan; dari cara berpikir hingga perilaku. Tidak itu saja, masuknya televisi telah mampu merubah berbagai sistem nilai dan sistem makna yang terdapat dalam masyarakat tersebut. Sebelum ada modernisasi (dan televisi) masyarakat tersebut memiliki kearifan lokal untuk selalu bersosialisasi, berinteraksi sosial, dan sebagainya. Ketika televisi baru memasuki desa dan jumlahnya belum seberapa, alat tersebut justru menjadi sarana yang memperkuat kebersamaan, karena tetangga yang belum mempunyai televisi boleh menumpang menonton. Namun ketika televisi semakin banyak dan hampir tiap keluarga memilikinya, maka kebersamaan itu segera berkahir, karena masing-masing keluarga melewatkan acara malam mereka di depan pesawatnya.
Tanpa disadari media telivisi telah merubah segalanya dalam struktur maupun kultur masyarakat tersebut. Peristiwa itu meminjam istilah Ignas Kleden[1][1] menunjukkan bahwa nilai-nilai (kebersamaan atau individualisme) dan tingkah laku (berkumpul atau bersendiri), secara langsung dipengaruhi oleh hadirnya sebuah benda materiil. Parahnya, pola kehidupan yang menghargai kebersamaan beralih menjadi individualis, sifat gotong royong tergantikan sifat pragmatisme dalam memaknai segala bentuk kebersamaan dan kerja. Taruhlah misalnya ketika memaknai tanah warisan. Jika dulu bermakna teologis, sekarang lebih dimaknai bersifat ekonomis belaka. Tidak jarang jika dulu masyarakat mati-matian membela tanah warisnya, sekarang tergantikan kepentingan ekonomis untuk dijual kepada pengusaha dari kota. Tak pelak lagi, hotel-hotel, villa-villa, cafe-cafe dan apapun namanya mulai bermunculan di masyarakat terpencil tersebut. Lambat laun, masyarakat tersebut sudah berubah citranya secara fundamental sebagai masyarakat adat dengan kearifan lokalnya menjadi masyarakat ’pinggiran’ berwajah metropolitan dengan segenap perubahan yang ada. Sayangnya, yang diuntungkan dalam kondisi masyarakat yang demikian ternyata tidak merata. Bahkan hampir sebagian besar masyarakat tetap menjadi ’penonton’ dalam perubahan struktur maupun kultur yang terjadi.
Dalam kondisi yang demikian, apa yang seharusnya dilakukan? Membiarkan berada dalam situasi ketidakmenentuan, sehingga masyarakat adat kian tersisihkan atau tergerus oleh kepentingan ekonomis-pragmatis atau ikut serta terlibat merancang sebuah strategi perubahan sosial agar perubahan masyarakat tersebut dapat direncanakan?
· Perubahan Sosial: awal dari rekayasas sosial
Prolog ini merupakan catatan awal untuk memberikan suatu preskripsi bahwa perubahan sosial merupakan keniscayaan yang menimpa suatu masyarakat, seberapapun dia tersisolasi. Persoalannya bagaimana perubahan sosial tersebut dirancang dengan perencanaan, sehingga yang muncul dalam masyarakat yang berada dalam order (tatanannya); meskipun didalamnya berkelindan berbagai perubahan. Artinya; tiada masyarakat yang dapat steril dari perubahan sosial. Justru perubahan sosial memberikan suatu bukti terjadinya dinamika di dalam masyarakat tersebut. Tanpa perubahan sosial, masyarakat tersebut adalah masyarakat yang ’mati’, stagnan, tanpa dinamika.
Terdapat dua (2) bentuk perubahan sosial. Pertama, perubahan sosial yang tidak terencana (unplanned social change). Perubahan social yang terjadi terus menerus yang terjadi secara perlahan yang tanpa direncanakan yang biasanya diakibatkan oleh teknologi dan globalisasi. Perubahan dalam contoh di atas adalah salah satu bentuk adanya perubahan yang tidak disadari dengan hadirnya kebudayaan materiil, yakni televise. Kedua, perubahan social yang terencana (planned social change); yakni sebuah perubahan social yang didesain serta ditetapkan strategi dan tujuannya[2][2]. Nah, dalam kasus perubahan social di desa adaptasi tersebut di atas juga terjadi akibat sebuah desain matang (rekayasa social) dari Negara, misalnya melalui proyek modernisasi yang berbalut ideologi pembangunanisme (developmentalisme).
Lalu apa sesungguhnya perubahan social tersebut. Perubahan social adalah proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi suatu sistem sosial[3][3]. Sementara Suparlan[4][4] menegaskan bahwa perubahan sosial adalah perubahan dalam struktur sosial dan pola-pola hubungan sosial, yang antara lain mencakup; sistem status, hubungan-hubungan dalam keluarga, sistem-sistem politik dan kekuatan, serta persebaran penduduk. Selain itu terdapat tiga (3) unsur penting perubahan sosial, yakni (1) sumber yang menjadi tenaga pendorong perubahan, (2) proses perubahan, dan (3) akibat atau konsekuensi perubahan itu[5][5].
Menurut Jalaluddin Rahmat[6][6], ada beberapa penyebab terjadinya perubahan sosial. (1) bahwa masyarakat berubah karena ideas; pandangan hidup, pandangan dunia dan nilai-nilai. Max Weber adalah salah satu tokoh yang percaya bahwa ideas merupakan penyebab utama terjadinya perubahan sosial. Hal ini dia perlihatkan dalam menganalisis perubahan sosial dalam masyarakat Eropa dengan semangat etik protestanismenya sehingga memunculkan spirit kapitalisme. Diakui oleh Weber bahwa ideologi ternyata berpengaruh bagi perkembangan dalam masyarakat. (2) yang mempengaruhi terjadinya perubahan dalam masyarakat juga terjadi dengan adanya tokoh-tokoh besar (the great individuals) yang seringkali disebut sebagai heroes (pahlawan), dan (3) perubahan sosial bisa terjadi karena munculnya social movement (gerakan sosial). Yakni sebuah gerakan yang digalang sebagai aksi sosial, utamanya oleh LSM/NGO, yayasan, organisasi sosial, dsb.
Serta Lebih lanjut Kang Jalal[7][7] menyebut bahwa dalam perubahan sosial dibutuhkan berbagai strategi yang selayaknya dilakukan melalui berbagai cara, tergantung analisis situasi atas problem sosial yang ada. (1) strategi normative-reeducative (normatif-reedukatif). Normative adalah kata sifat dari norm (norma) yang berarti atuiran-aturan yang berlaku dalam masyarakat. Norma tersebut termasyarakatkan lewat education, sehingga strategi normatif digandengkan dengan upaya reeducation (pendidikan ulang) untuk menanamkan dan mengganti paradigma berpikir masyarakat lama dengan yang baru[8][8]. Cara atau taktik yang dilakukan adalah dengan mendidik, bukan sekedar mengubah perilaku yang tampak melainkan juga mengubah keyakinan dan nilai sasaran perubahan, (2) persuasive strategy (strategi persuasif). Strategi perubahan yang dilakukan melalui penggalangan opini dan pandangan masyarakat yang utamanya dilakukan melalui media massa dan propaganda. Cara yang dilakukan adalah dengan membujuk atau mempengaruhi lewat suatu bentuk propaganda ide atau hegemoni ide.(3) perubahan sosial terjadi karena revolusi atau people’s power. Revolusi dianggap sebagai puncak (jalan terakhir) dari semua bentuk perubahan sosial, karena ia menyentuh segenap sudut dan dimensi sosial, dan mengundang gejolak dan emosional dari semua orang yang terlibat di dalamnya.
· Rekayasa sosial: gagasan konseptual
Berangkat dari realitas bahwa perubahan sosial tidak dapat dicegah sebagai sebuah keniscayaan sejarah, baik direncanakan maupun tidak direncanakan, tulisan ini berupaya lebih dilokalisir untuk mewacanakan perubahan sosial dengan perencanaan atau desain perubahan sosial. Istilah populernya adalah rekayasa sosial.
Istilah "rekayasa sosial (social engineering)" seringkali dipandang negatif karena lebih banyak digunakan untuk menunjuk perilaku yang manipulatif. Padahal, secara konseptual, istilah "rekayasa sosial" adalah suatu konsep yang netral yang mengandung makna upaya mendesain suatu perubahan sosial sehingga efek yang diperoleh dari perubahan tersebut dapat diarahkan dan diantisipasi. Konsep rekayasa sosial, dengan demikian, menunjuk pada suatu upaya mendesain atau mengkondisikan terjadinya perubahan struktur dan kultur masyarakat secara terencana. Rekayasa sosial (social engineering) adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menciptakan masyarakat yang bersih, kuat, disiplin dan berbudaya. Dalam prinsip berpikir sistem, perubahan yang signifikan hanya dapat dilakukan oleh individu dan masyarakat itu sendiri, bukan menunggu peran struktur saja. Untuk membentuk struktur yang kuat, diperlukan elemen kebaruan (emergent properties) yang lahir dari individu dan komunitas yang sadar/belajar secara terus menerus (the lifelong learner). Komunitas ini dapat dirancang dengan menggunakan pendekatan dan penerapan beberapa prinsip organisasi pembelajaran (learning organisation) dan berpikir sistem (system thinking) yang dirajut dan dikonstruksi dalam konsep dan metode pembelajaran primer.
· Dari Problem Sosial, Unsur-Unsur Sosial hingga Aksi Sosial
Pada dasarnya rekayasa sosial hanya dapat diselenggarakan kepada masyarakat yang didalamnya terdapat sejumlah problem (sosial). Problem-problem sosial tersebut memberikan dampak bagi perjalanan panjang (dinamika) dalam masyarakat. Tapa ada problem sosial, tidak akan ada orang berpikir untuk melakukan rekayasa sosial. Artinya, problem sosial menjadi faktor utama untuk segera diatas dalam melakukan rekayasa sosial.
Problem sosial biasanya muncul akibat terjadinya kesenjangan antara apa yang seharusnya terjadi dalam masyarakat (das sollen) dengan kondisi yang sebenarnya terjadi (das sein). Misalnya; awalnya masyarakat berharap agar arus lalu lintas di Metropolitan Surabaya berjalan aman, tertib dan lancar. Semua pengguna jalan raya berjalan dengan mentaati aturan yang berlaku, ada atau tidak ada petugas. Sayangnya, apa yang diinginkan oleh masyarakat bertolak belakang dengan realitas yang terjadi. Betapa banyak pelanggaran lalu lintas terjadi akibat ketidaktaatan mereka pada peraturan. Akibatnya terjadi perbedaan antara yang ideal dengan realitas. Kesenjangan tersebut merupakan suatu problem sosial yang mesti segera di atasi. Itulah sebabnya, dibuatlah sebuah skenario (strategi) sebagai bagian rekayasa sosial melalui kampanye safety riding[9][9].
Dengan demikian, dalam melakukan rekayasa sosial, analisis atas situasi (problem sosial) dalam masyarakat tidak boleh ditinggalkan. Sebab, bisa jadi tanpa analisis situasi ini sebuah rekayasa sosial akan mengalami kegagalan. Ibarat sebuah adagium salah di tingkat hulu akan berakhir fatal di tingkat hilir. Salah dalam membaca sebab musabab sehingga terlahir problem sosial akan berakibat kesalahan dalam menentukan rekayasa sosial yang dijalankannya. Tanpa pembicaraan mengenai problem sosial ini, alih-alih melakukan rekayasa sosial untuk menyelesaikan problem sosial, kita mungkin malah menambah panjang munculnya problem sosial baru. Dalam melakukan pemecahan atas problem sosial ada kalanya memang dituntut aksi sosial (aksi kolektif) yakni tindakan kolektif (bersama) untuk mengatasi problem sosial, sehingga perubahan sosial bisa digerakkan bersama sesuai dengan keinginan bersama.
Philip Kotler[10][10] memberikan gambaran unsur-unsur sosial dan aksi sosial yang dapat dilakukan dalam melakukan rekayasa sosial; (1) cause (sebab), yakni upaya atau tujuan sosial –yang dipercayai oleh pelaku perubahan- dapat memberikan jawaban pada problem sosial, (2) change agency (pelaku perubahan), yakni organisasi yang misi utamanya memajukan sebab sosial, (3) Change target (sasaran perubahan); individu, kelompok atau lembaga yang ditunjuk sebagai sasaran upaya perubahan, (4) Channel (saluran); media untuk menyampaikan pengaruh dan dari setiap pelaku perubahan ke sasaran perubahan, dan (5) Change strategy (strategi perubahan); teknik utama untuk mempengaruhi yang diterapkan oleh pelaku perubahan untuk menimbulkan dampak pada sasaran perubahan.
Sebagai catatan tambahan, dalam melakukan rekayasa sosial –hal lazim yang marak digunakan oleh LSM/NGO atau organisasi sosial- adalah melakukan analisis situasi dengan pendekatan analisis SWOT; yakni Streght (kekuatan), Weakness (kelemahan), Oppurtunity (peluang) dan Treath (ancaman). Analisis ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar kemampuan atau potensi kita dalam melakukan rekayasa sosial. Melalui analisa ini, minimal kita dapat menentukan bentuk-bentuk rekayasa sosial yang hendak dijalankan. Namun demikian, ada berbagai pendekatan dalam melakukan rekayasa sosial –tergantung dari- gaya dan prototipe masing-masing pelaku perubahan sosial sekaligus masyarakat yang akan dirancang perubahan sosialnya.
Namun demikian dalam melakukan rekayasa sosial harus dihindarkan berbagai bentuk kesalahan (asumsi) yang kemudian disebut sebagai kesesatan berpikir (fallacy). Artinya, harus dicermati dan diwaspadai juga, bahwa dalam masyarakat yang hendak dirancang rekayasa sosialnya (misal korban) masih mengendapnya berbagai bentuk pola pikir yang dapat mengganggu jalannya rekayasa sosial. Misalnya, fallacy of dramatic instance (kecenderungan untuk melakukan over generalisasi), fallacy of Retrospektif Determinisme (kecenderungan yang menganggap bahwa masalah sosial yang terjadi sebagai sesuatu yang secara historis memang selalu ada, tidak bisa dihindari, dan merupakan akibat dari sejarah yang cukup panjang), argumentum ad populum (kecenderungan untuk menganggap bahwa pendapat kebanyakan masyarakat sebagai kebenaran), dsb.
Rekayasa sosial akan mendapat tantangan bisa jadi bukan berasal dari pihak luar atau kelompok sosial di luar, tetapi justru dalam masyarakat yang hendak dirancang perubahan sosial; masyarakat yang menjadi korban dari kelompok kepentingan. Dus, tanpa perencanaan yang matang bisa jadi bukan keberhasilan yang diperoleh justru kitalah menjadi penyebab kian melembaganya problem sosial.
L. PMII DAN TANTANGAN GLOBALISASI
Mahasiswa merupakan struktur tertinggi dalam bagan penimba ilmu pengetahuan (pelajar, student), dengan berbagai bekal pengalaman empiris dan kemampuannya mendayagunakan kognitifme berpikir-baca rasionalitas- maka mahasiswa dipandang mempunyai kelebihan dan kedewasaan dalam bersikap maupun bertindak disetiap persoalan. Hal inilah yang menurut penulis sebagai modal mahasiswa menunjukkan identitas dan eksistensinya dengan berbagai model gerak dan kiprah dimasyarakat maupun bangsa dan Negara. Padahal tidak ada aturan yang yang membedakan antara mahasiswa dan pelajar dalam gerak maupun kiprahnya dalam masyarakat secara aktif semisal advokasi, demo dan sebagainya.
Perwujudan eksistensi inilah yang menimbulkan berbagai macam bentuk peran yang dilakukan oleh mahasiswa yang tentu saja peran itu sesuai dengan kapasitas pikiran mereka. Tak dapat kita pungkiri berbagai macam organisasi yang ada ditingkat mahasiswa baik intra maupun ekstra kampus merupakan salah satu dampak dari polarisasi pikiran mereka. Almarhum Bapak Mohammad Natsir (mantan Perdana Menteri Indonesia) pernah mengatakan,” Tidak ada percetakan yang bisa mencetak pemimpin”. Menurut Natsir lagi, pemimpin tidak lahir di bilik kuliah tetapi tumbuh sendiri dalam hempas pulas di kancah gelandangan ummah, muncul di tengah-tengah pergumulan masalah, menonjol dari kalangan rekan-rekan seangkatannya, lalu diterima dan didukung oleh umat. Justeru itu,kertas kerja ini akan memperlihatkan bagaimana kepimpinan mahasiswa di kampus harus diperkasakan dalam melahirkan golongan intelektual yang akan menjadi harapan ummah pada masa akan datang. Tambahan pula, kebanyakan mahasiswa tidak mampu mendepani ledakan arus globalisasi yang kian menghimpit struktur masyarakat kini. Harus diingat, gerakan mahasiswa merupakan suatu kuasa yang harus diambil perhatian kerana ia mempunyai sejarah yang tersendiri. Maka tidak hairanlah pemimpin dari peringkat Negara sehinggalah di peringkat masyarakat lahir daripada mantan pimpinan kampus di era 70an dulu.
Sejarah banyak mencatat tokoh-tokoh besar lahir dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam pergulatan politik yang ada. Pergerakan Mahasisawa Islam Indonesia lahir pada tanggal 17 april 1960 dengan latar belakang situasi politik tahun 1960-an yang mengharuskan mahasiswa turut andil dalam mewarnai kehidupan sosial politik di Indonesia pada waktu itu.
Keberadaan PMII dalam konstelasi sosial politik di negeri ini tak bisa dipandang sebelah mata. Diakui atau tidak, keberadaan PMII menjadi salah satu kekuatan yang selalu dipertimbangkan oleh berbagai kelompok kepentingan (interest group) terutama pengambil kebijakan, yakni negara. Pada sisi lain, tak bisa dipungkiri bahwa gerakan mahasiswa mengalami polarisasi dalam entitas dan kelompok-kelompok tertentu yang berbeda, bahkan acapkali bertentangan satu sama lain. Hal ini terjadi karena beberapa faktor yang melingkupinya, seperti perbedaan ideologi, strategi dan lainnya.
PMII sebagai salah satu orgainisasi mahasiswa yang masih eksis dalam kancah pergerakan mahasiswa di Indonesia diharapkan mampu untuk membawa perubahan-peruabahan bagi kamajuan Indonesia akan tetapi banyak hal-hal kedepan yang menjadi tantangan PMII untuk memujudkan cita-citanya membawa Indonesia kearah lebih baik.
· Globalisasi
Eksistensi dan posisi gerakan mahasiswa dihadapkan pada sebuah realitas dunia global yang tidak bisa dihindarkan. Arus globalisasi telah menyentuh berbagai sendi kehidupan manusia di dunia. Cepatnya arus globalisasi menurut William K.Tabb (2003) mampu membentuk rezim perdagangan dan keuangan dunia serta mendefinisikan ulang kesadaran pada tingkat yang paling dekat dan lokal, mempengaruhi bagaimana orang memandang dirinya, ruang gerak anak-anak mereka dan entitas mereka sehingga mengalami perubahan akibat kekuatan globalisasi ini. Persoalannya adalah bagaimana sikap kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) terhadap realitas global ini. Apakah gerakan mahasiswa menolaknya secara radikal atau hanya cukup memahaminya atau mempersiapkan diri untuk ikut berkompetisi dan memposisikan diri sejajar dengan mereka secara wajar ?.
Gesekan dunia global menjadi tren dalam kondisi saat ini, karenanya seluruh kader PMII perlu memahami secara benar tentang realitas-realitas dunia yang sedang mengalami pergolakan dalam berbagai unsur kehidupan. Melihat trend (Trend Watching) yang terjadi dalam pergeseran dunia global adalah kerangka dalam memahami apa yang sedang terjadi hari ini, dan apa yang akan kita lakukan di masa-masa yang akan datang. Tren yang terjadi hari ini adalah dominasi kekuatan global yang tidak bisa dihindarkan dalam ranah kesadaran ummat manusia. Dalam kondisi seperti ini, langkah yang harus dilakukan adalah pembangunan kemampuan dan kapabilitas (kompetensi) personal maupun kolektif.
Globalisasi memang tidak bisa dipungkiri lagi dan ditahan perkembangannya namun sebagai sebuah etkana mahasiswa pmii harus bisa untuk mengcounter agar tidak terbawa arus atau kita akan ditinggalkan olah jaman, untuk itu ada beberapa langkah agar kita sebagai sebuah pergerakan tidak mati
· Dari Membaca ke analisis
Seperti tersebut diatas bahwa mahasiswa merupakan struktur tertinggi dalam bagan ilmu pengetahuan maka PMII sebagai salah satu gerakan yang unsurnya tidak lepas dari dunia kemahasiswaan yang setiap hari berkutat dengan keilmuan, ironis jika gerakan mahasiswa terjadi banyak kejumudan. Karenanya tradisi-tradisi yang ada diantaranya tradisi membaca harus di imbangi dengan tradisi menganalisa berbagai aspek persoalan dengan berpikir logis dan mendalam. Tipe masyarakat inilah yang menjadi miniatur lahirnya peradaban manusia maju dan menyejarah. Maju karena masyarakat ini menempatkan ilmu sebagai sinar dalam kehidupan. Menyejarah, karena mereka membuat sebuah kejutan bagi lahirnya paradigma baru bagi terciptanya masyarakat yang ilmiah (knowledge society).
Realitas ini sesuai dengan wahyu yang pertama kali diturunkan kepada nabi Muhammad saw, yaitu konsep membaca (iqra). Dengan turunnya wahyu yang pertama ini, maka ada sebuah perubahan berdimensi wahyu yang mampu memberikan jawaban atas kondisi kemanusiaan. Konsep pembacaan atas realitas baik yang bersangkutan dengan teologi, etika, visi kemanusiaan dan ilmu pengetahuan berawal dari proses pemahaman yang radikal akan hakikat dan subtansi nilai yang terkandung dalam surat tersebut.
Dimensi pembangunan gerakan mahasiswa agar ilmiah di awali dengan konsep membaca (iqra), sesuatu yang berhubungan bukan hanya dengan membaca teks dan naskah tetapi lebih dari itu, makna iqra bisa berarti menelaah, meriset, merenungkan, bereksperimen, berkontemplasi. Objeknya bisa berupa kalam illahi maupun hadist rosullah dan hasil kaya manusia baik berupa handbook ilmu pengetahuan dan budaya maupun fenomene-fenomena sosial politik.
· Pemahaman Kontekstual
Ilmu pengetahuan yang didapat dari dunia kampus merupakan pemahaman-pemahaman materi yang bersifat tekstual karena itu diperlukannya sebuah penelaahaan dan penyeimbangan terhadap pemahaman realitas sosial yang terjadi dimasyarakat. PMII seyogyanya tidak hanya berkubang dalam masalah pemahaman terhadap teks-teks saja akan tetapi harus jeli melihat perubahan dunia dari pemahaman teks –teks tersebut oleh karena itu pemahaman teks yang tersebar dalam berbagai literature harus bisa menjadi penyeimbang terhadap kondisi perubahan jaman. Disamping itu juga paradigm kader PMII harus bertumpu pada keseimbangan ideologis ilmu pengetahuan dengan ketajaman pisau analisis terhadap realitas persoalan-persoalan yang terjadi. PMII harus mampu membaca, mengkaji, dan berdiskusi secara logis, kritis, sistematis, dan komprehensif, serta mampu membedah persoalan dari berbagai aspek dan sudut pandang ilmu dan madzhab yang bersifat konstruktif. Hal ini harus menjadi kultur yang melekat disetiap kader-kader PMII. Dalam konteks kekinian kader PMII harus bisa bergaul dalam dimensi yang lebih luas agar kedepan kader PMII bisa menjawab dan memberikan solusi terhadap persoalan yang ada jika itu tidak bisa maka tidak dipungkiri PMII akan ditinggalkan oleh jaman yang sedang berubah untuk itu setiap kader harus mempunyai kompetensi-kompetansi yaitu 1) kemampuan berbahasa asing (2) kemampuan berorganisasi dan manajemen yang canggih (3) kemampuan membangun jaringan (net work).
Langkah-langkah rasional selanjutnya dalam menghadapi tatanan dunia global bagi kader PMII dalam dunia kampus adalah membangun kesadaran bersamadengan meningkatkan kompetensi dan skil dalam memposisikan diri supaya sejajar dengan bangsa-bangsa Barat dalam bidang ilmu Pegetahuan. Karenanya budaya dan tradisi yang selama ini dilakukan di kampus untuk digeser kearah perubahan paradigma yang lebih rasional. Perubahan paradigma tersebut meliputi perubahan sikap dalam memahami budaya dan tradisi yang ada.
Tidaklah kaku jika mahasiswa membangun dialog peradaban (civilization) di kampus, minimal ada dua paradigma visi dialog pembangunan masyarakat berperadaban. Pertama, perubahan eksistensi dan identitas diri, yang mampu melahirkan paradigma kehidupan sosial baru dan merdeka, bebas dari penghambaan terhadap unsur-unsur materi, melahirkan kehidupan segar, integral dan profetik. Era kehidupan yang syarat dengan nilai kemanusiaan dan bervisi masa depan. Tonggak fundamental pertama ini merupakan visi kehidupan ummat manusia kearah pembebasan diri, dari kungkungan materi yang menjadi ideologinya.Visi kehidupan ini mengarahkan manusia pada ideologi yang sesungguhnya dan menjadi benteng kekuatan para pewaris peradaban. Ini merupakan asas fundamental bagi terwujudnya masyarakat berperadaban. Proses ideologisasi kedalam tubuh masyarakat secara radikal harus dilakukan. Proses ini perlahan tapi pasti, proses inilah yang disebut dengan fase penanaman akidah. Kedua, yaitu pola pembangunan struktur pengetahuan ummat manusia yang secara bersamaan dilakukan dalam kerangka membangun kesadaran untuk membaca atas realitas yang sedang terjadi.
Semoga tantangan global dalam perubahan jaman tidak membuat nalar kritis kita sebagai organ pergerakan terkebiri dan terjebak dalam hal-hal yang membuat idelisme kita tergadaikan dalam tataran pragmatisme.
Wallahulmuwafiq ilaa aqwamith thoriq
Wassalamu’alaikum Wr.Wb..
Wassalamu’alaikum Wr.Wb..
Biografi Penulis
Nama Lengkap Ongki arista ujang arisandi, lahir di Sumenep asli pulau Gili raje kecamatan Gili genting kabupaten sumenep pada tanggal 24 juli 1994, Putra pertama dari Sugianto dan ibunda Hasanah. penulis dilahirkan oleh keluarga biasa yang tidak memiliki background pendidikan tinggi. Dengan semangat yang dimiliki, penulis telah mengukir beberapa prestasi selama ini yang masih berumur 20 tahun. pernah menjadi peserta terbaik OPAK STAIN Pamekasan 2012, Pernah mengikuti lomba riset ilmiah “Integrasi sains dan agama” di pioner banten tahun 2013. dan Pernah kursus manajemen organisasi dan filsafat logika di Yogyakarta dan malang dengan artikel akhir” konseptual pakem teori korelatif kausality”.
Pendidikan penulis SD Banbaru 1, SMP Negri 2 giligenting, MA/SMA Sederajat di tempuh di Pondok Pesantren Nurul Islam Karangcempaka di bawah asuhan KH. Ilyasi Siradj SH. M.Ag dan KH. Ramdlan Siradj SE. MM. dan perguruan tinggi masih di tempuh di STAIN Pamekasan, semester tiga di jurusan tarbiyah prodi bahasa inggris di scholarship class.
Organisasi, penulis yang dikenal activist Organisatoris sampai sekarang banyak berkiprah dalam organisasi diantaranya IPNU, FOKSI(forum kajian santri giliraje), UKM PI intra kampus STAIN, LPM, HIMA TBI, Selain itu Juga saat ini menjabat ketua UNEC (united English club) dan ketua FKK-M (forum kajian keintelektualan mahasiswa). Organisasi ekstra penulis di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Sebagai Sekum di Small Group sederajat Rayon angkatan 2012.
selain itu penulis juga aktif menulis artikel,(Terkikisnya bahasa Madura sebagai bahasa etika,.Al-qur’an mengajak berfilsafat. Dimana kau letakkan Al-Qur’an. Pesantren) cerpen,(Semangatku adalah milikku, Nayla, Rapuhnya cinta ditengah gelapnya malam, cinta harus memilih, cincin dan tangisan) dan puisi yang telah ditulis sekitar 45 butir puisi diantaranya, Alif yang terkapar, Menangis darah, Kau ubah kiblat, dan Berdansa dalam dosa.
karya-karyanya diatas telah banyak dibaca khalayak baik santri maupun mahasiswa STAIN Pamekasan.
[3][3] Rogers, Everet M., 1988, Social Change in Rural Society, Englewood Cliffs, NJ, Prentice Hall, hal. 7
[4][4] Suparlan, Parsudi, 1986, Perubahan Sosial dalam Manusia Indonesia, Individu, Kelaurga, Keluarga dan Masyarakat,Jakarta: Akademika Pressindo, hal 114-127
[5][5] Sumartono sebagaimana dikutip Setyo Yuwono Sudikan, 2001, Metode Penelitian Kebudyaan, Surabaya: Citra Wacana, hal. 9
[8][8] Dalam konteks ini asumsinya sederhana bahwa tidak perubahan tanpa diawali dengan perubahan cara berpikir. Lihatlah perubahan besar dalam peradaban besar umat manusia selalu diawali dengan perubahan dari cara berpikir masyarakatnya.
[9][9] Bisa juga yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya bekerjasama dengan harian Jawa Pos menggelar kegiatan Surabaya Green and Clean untuk mendorong masyarakat metropolis memiliki kesadaran dalam mengelola lingkungan sekitarnya.
[11][11] Sebenarnya tidak tega betrul mengakhiri naskah (berantakan) ini, karena memang belum mau diselesaikan. Tapi karena kelelahan dan jumlah maksimal halaman berlebiha, maka dipakasa lagi utnuk diselesaika

Komentar
Posting Komentar